Sanksi Administrasi Tak Menggugurkan Sanksi Pidana dalam Pilkada
Berita

Sanksi Administrasi Tak Menggugurkan Sanksi Pidana dalam Pilkada

Selain vote buying, ada pula praktik mahar politik yang masuk klasifikasi politik uang.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Sanksi Administrasi Tak Menggugurkan Sanksi Pidana dalam Pilkada
Hukumonline

Belakangan banyak muncul ujaran yang mengajak pemilih untuk menerima pemberian dari pasangan calon, tim sukses, ataupun relawan pendukung pasangan calon, tapi setelah itu tidak perlu memilih pasangan calon tersebut. Misalnya ada ujaran “ambil uangnya jangan pilih orangnya”. Bagi pemilik suara dalam Pilkada serentak 2018, Anda perlu berhati-hati sebelum memutuskan menerima pemberian tersebut dalam bentuk uang atau materi lainnya.

UU No. 10 Tahun 2016 mengenai pemilihan gubernur, bupati dan walikota (UU Pilkada) mengatur ancaman pidana yang serius bagi pemilih yang menerima pemberian dari pasangan calon tersebut. Pasal 187A ayat (2), “Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.

Undang-Undang tersebut mengancam pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak satu miliar rupiah bagi setiap orang, termasuk pasangan calon yang memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, “memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu”.

(Baca juga: Aparatur Negara Wajib Jaga Netralitas dalam Pilkada Serentak).

Agar terhindar dari sanksi itu, gunakanlah hak suara Anda dengan cara yang benar tanpa menerima iming-iming dari pihak manapun. Praktik seperti yang diatur dalam Pasal 187A UU Pilkada di masyarakat kerap dikenal dengan poitik uang. Secara spesifik, ada yang disebut vote buying atau membeli suara. Selain itu, Pasal 73 UU Pilkada mengatur larangan vote buying yang dilakukan oleh pasangan calon, anggota Partai Politik, Tim Kampanye atau relawan.

Menurut ketentuan, calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih. Calon yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Selanjutnya, Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebaga iimbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk: Mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih; Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu. Pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran tidak menggugurkan sanksi pidana.

Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edwad Siregar mengatakan bahwa, dalam penegakan hukum Pemilu, masih sering ditemukan adanya hambatan dalam penindakan praktik vote buying. Perspektif penegak hukum di Sentra Penegakkan Hukum terpadu (Gakkumdu) melihat bahwa, perlu dibuktikan terlebih dahulu unsur “mempengaruhi hak pilih”.

Tags:

Berita Terkait