7 Langkah Pemerintah Kendalikan Defisit BPJS Kesehatan
Utama

7 Langkah Pemerintah Kendalikan Defisit BPJS Kesehatan

Defisit antara lain karena besaran iuran yang ditetapkan Pemerintah lebih rendah daripada aktuaria.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit. Foto: HOL
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit. Foto: HOL

Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya defisit keuangan. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengamanatkan BPJS Kesehatan untuk mengelola dana jaminan sosial (DJS). DJS merupakan himpunan iuran peserta sekaligus hasil pengembangannya, yang berfungsi untuk membayar manfaat yang diterima peserta dan biaya operasional penyelenggaraan jaminan sosial.

 

Sayangnya, iuran yang berhasil dikumpulkan dan dikembangkan oleh BPJS Kesehatan tidak cukup untuk membiayai manfaat peserta. Ternyata DJS yang dikelola BPJS Kesehatan mengalami defisit. Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf Macan Effendi, mengatakan banyak pengaduan yang masuk ke DPR mengeluhkan pembayaran BPJS Kesehatan terhadap faskes. Ada faskes yang menunggu pembayaran sampai lebih dari satu bulan, sehingga berdampak pada kemampuan faskes untuk membiayai tenaga medis dan obat-obatan.

 

Dede mencatat setiap tahun sejak 2014 BPJS Kesehatan selalu mengeluhkan masalah defisit keuangan. Pemerintah juga tak tinggal diam, karena telah mengucurkan anggaran bantuan untuk BPJS Kesehatan. Tapi langkah yang ditempuh itu tak berjalan efektif untuk mengatasi defisit. Politisi Partai Demokrat itu mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat skema lain guna mengatasi defisit BPJS Kesehatan.

 

“Sifatnya jangan melulu suntikan anggaran, tapi pikirkan konsep ke depan. Program ini harus berjalan berkelanjutan,” katanya dalam rapat kerja antara Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan, Wakil Kementerian Keuangan, DJSN, BPJS Kesehatan, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di gedung DPR/MPR Jakarta, Senin (17/9).

 

(Baca juga: Ini ‘Ancaman’ Menkeu Terhadap Daerah yang Tunggak Iuran BPJS Jaminan Kesehatan)

 

Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, mengatakan sejak 2017 pemerintah sudah melakukan langkah konkrit untuk mengendalikan defisit JKN. Setidaknya ada 7 kebijakan yang sudah ditempuh pemerintah. Pertama, meningkatkan peran pemerintah daerah (pemda) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 183 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Iuran Jaminan Kesehatan Pemerintah Daerah Melalui Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil.

 

Kementerian juga menerbitkan Permenkeu No. 222 Tahun 2017 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil tembakau. Kebijakan ini menurut Mardiasmo kurang optimal untuk membantu mengendalikan defisit keuangan JKN karena tidak semua daerah memiliki dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH-CHT). Anggaran DBH-CHT yang terkumpul sebesar Rp1,48 triliun, digunakan untuk memperbaiki supply side guna mendukung pelayanan kesehatan JKN di daerah.

 

Kedua, efisiensi dana operasional BPJS Kesehatan. Kebijakan itu digulirkan dengan menerbitkan Permenkeu No. 209 Tahun 2017 tentang Besaran Presentase Dana Operasional. Ketiga, meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan kesehatan melalui revisi Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang telah diubah beberapa kali, yang terakhir Perpres No. 28 Tahun 2016.

Tags:

Berita Terkait