RUU Penyadapan Dinilai Birokratis, Ini Kata Baleg DPR
Berita

RUU Penyadapan Dinilai Birokratis, Ini Kata Baleg DPR

Adanya RUU Penyadapan ini memberi kepastian jangka waktu penyadapan untuk mengurangi terjadinya pelanggaran HAM.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi penyadapan pembicaraan via telepon. Foto : SGP
Ilustrasi penyadapan pembicaraan via telepon. Foto : SGP

Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan sudah mulai disusun oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR yang akan menjadi aturan tunggal yang dapat dirujuk untuk pelaksanaan penyadapan oleh aparat penegak hukum. RUU ini mendapat perhatian berbagai pihak yang berkepentingan. Beberapa waktu lalu, Kejaksaan Agung memberi masukan atas RUU Penyadapan.

 

Kini, Institute Criminal Justice Reform (ICJR) pun memberi catatan penilaian atas RUU Penyadapan yang merupakan amanat putusan MK No. 5/PUU-VIII/2010 tentang pengujian UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini. Direktur Eksekutif ICJR, Anggara menilai penyadapan sebagai alat mengungkap kejahatan dan bentuk invasi negara terhadap hak warga negaranya.

 

“Aturan yang termuat dalam RUU Penyadapan masih terdapat potensi terjadinya pelanggaran HAM yang cukup besar ketika melaksanakan penyadapan yang merupakan bagian dari upaya paksa oleh aparat penegak hukum,” kata Anggara saat dikonfirmasi Hukumonline, Senin (1/10/2018).

 

Selain itu, dari analisis draft RUU penyadapan tertanggal 15 Maret 2018 yang dilakukan ICJR masih terlalu bersifat administratif. “Semestinya dapat diatur lebih efisien dengan mengedepankan kontrol yang lebih ketat dalam prosedurnya, bukan hanya sekedar administrasi,” kata dia.

 

Dia menilai secara subtasi RUU Penyadapan terkesan terlampau birokratis atau prosedural karena melibatkan banyak instansi, khususnya mekanisme perizinan penyadapan dan kurang mengakomodasi aspek-aspek penting. Seperti, syarat materil penyadapan dan ketersediaan mekanisme komplain yang jelas bagi pihak yang dirugikan.

 

Misalnya, syarat materil penyadapan tidak mengatur jenis-jenis kejahatan apa saja yang dapat dilakukan penyadapan untuk mencari alat buktinya dan kondisi yang mencerminkan yang tidak masuk sebagai syarat penyadapan dalam Pasal 5 RUU Penyadapan. “RUU Penyadapan sama sekali tidak mencantumkan syarat-syarat materill penting untuk menyadap,” kata Anggara. (Baca Juga: Begini Masukan Kejagung atas RUU Penyadapan)

 

Hal terpenting, kata Anggara, mesti diakomodasi dalam RUU Penyadapan ialah ketersediaan mekanisme komplain yang jelas bagi pihak yang dirugikan. Akibanya, alih-alih pihak yang dirugikan dapat ganti kerugian, tetapi justru RUU Penyadapan tidak mengatur mekanisme pengaduan yang jelas bagi pihak yang dirugikan atas tindakan penyadapan aparat penegak hukum.    

Tags:

Berita Terkait