Syarat Batas Usia dan Magang Calon Advokat Dipersoalkan
Berita

Syarat Batas Usia dan Magang Calon Advokat Dipersoalkan

Pemohon meminta Mahkamah membatalkan Pasal 3 ayat (1) huruf d dan huruf g UU Advokat karena bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji materi Pasal 3 ayat (1) huruf (d) dan (g) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat terkait syarat menjadi calon advokat. Permohonan ini diajukan Rido Pradana (23 Tahun) dan Nurul Fauzi (23 Tahun) yang berniat menjadi advokat.        

 

Keduanya, baru saja lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dan saat ini berprofesi sebagai paralegal di LBH PP GP Ansor serta telah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Namun, keduanya belum dapat menjadi advokat karena usianya belum mencukupi lantaran dibatasi minimal berusia 25 tahun.

 

Salah satu Pemohon, Nurul Fauzi mengatakan Pasal 3 ayat (1) huruf d UU Advokat telah membatasi usia menjadi advokat minimal 25 tahun mengakibatkan warga negara lulusan fakultas hukum terhambat menjadi advokat. Menurutnya, syarat menjadi advokat seharusnya tidak dibatasi dengan usia, tetapi didasarkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman di bidang hukum.

 

“Batasan minimal usia tidak relevan lagi untuk menjadi parameter seseorang menjadi advokat. Sebab, kedewasaan dan kematangan seseorang tidak dapat diidentikkan dengan umur seseorang,” kata Fauzi usai sidang pendahuluan yang diketuai Enny Nurbaningsih beranggotakan Suhartoyo dan Manahan Sitompul di Gedung MK, Kamis (4/10/2018).

 

Selengkapnya, Pasal 3 ayat (1) UU Advokat menyebutkan:

d. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun; dan

g. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;

 

Menurutnya, pembatasan umur/usia ini secara tidak langsung menimbulkan pengangguran bagi sarjana hukum muda karena harus menunggu waktu yang cukup lama untuk diangkat menjadi advokat. Selain itu, dapat berdampak kepada paralegal di LBH yang tidak bisa memberikan bantuan hukum litigasi karena alasan usia.  

 

“Ini menjadi akses hukum bagi masyarakat (miskin) dapat terganggu,” ujarnya. (Baca juga: Mindset Advokat Indonesia tentang Pro Bono Harus Diubah)

 

Sementara Rido Pradana menilai Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat terkait seseorang baru dapat dilantik menjadi advokat harus menjalani magang sekurang-kurangnya 2 tahun secara terus menerus di kantor advokat. “Di dalam frasa ‘terus menerus’ tidak memberi definisi yang jelas,” kata Rido.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait