Kini, Advokat Boleh Tangani Sengketa Pajak Tanpa Syarat
Utama

Kini, Advokat Boleh Tangani Sengketa Pajak Tanpa Syarat

Menurut Petrus, siapapun yang mengerti tentang aturan pajak bisa menerima dan menjalankan kuasa dari wajib pajak termasuk advokat.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES

Akhirnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji Pasal 32 ayat (3a) UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) terkait sertifikasi bagi kuasa hukum (advokat) yang syaratnya diatur Menteri Keuangan untuk membela kliennya. Intinya, putusan MK ini menegaskan kuasa hukum wajib pajak tidak dapat dibatasi untuk memberi bantuan dan bertindak sebagai kuasa wajib pajak tanpa harus memenuhi syarat dan hak-kewajiban yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. 

 

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan frasa ‘pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa’ dalam Pasal 32 ayat (3a) UU No. 16 Tahun 2009 bertentangan dengan UUD Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknis-administratif dan bukan pembatasan dan/atau perluasan hak dan kewajiban warga negara’,” kata Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan MK No. 63/PUU-XV/2017 di ruang sidang MK, Kamis (26/4/2018).

 

Permohonan ini diajukan advokat/kurator Petrus Bala Pattyona yang mempersoalkan Pasal 32 ayat (3a) UU KUHP yang memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan menentukan syarat serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa wajib pajak. Secara teknis, kewajiban sertifikasi kuasa hukum wajib pajak ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Kuasa; Peraturan Menteri Keuangan No. lit/PMK.03/2014 tentang Konsultan Pajak; PMK No. 61/PMK.01/2012 tentang Persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum Pengadilan Pajak.

 

Sementara Menteri Keuangan memiliki kewenangan absolut terhadap pencabutan izin praktik advokat di Pengadilan Pajak. Hal ini diatur Pasal 26 PMK No. 11/1PMK.03/2014 tentang Teguran, Pembekuan, dan Pencabutan izin Praktik. Bunyinya, “Direktorat Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang memberikan teguran tertulis, menetapkan pembekuan izin praktik, dan menetapkan pencabutan izin praktik.”

 

Dengan begitu, pasal itu dinilai telah membatasi ruang gerak advokat ketika menangani perkara pajak karena belum bersertifikasi sebagaimana Konsultan Pajak, sehingga selalu ditolak oleh Kantor Pelayanan Pajak. Pemohon pernah ditolak oleh Kantor Pajak Bantul saat memberikan bantuan hukum kepada kliennya padahal Pemohon adalah seorang advokat.

 

Mahkamah dalam pertimbangan yang dibacakan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menilai pembentukan Permenkeu tersebut bertentangan dengan hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur UU. No. 12 Tahun 2011. Sebab, materi muatan Permenkeu itu tidak bisa mengambil alih materi muatan UU yang mengikat hajat hidup orang banyak dan hak-hak warga negara.

 

“Hal ini tidak sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial yang dianut UUD Tahun 1945, delegasi kewenangan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan materi muatan yang secara konstitusional seharusnya mengatur substansi materi muatan peraturan perundang-undangan (UU),” ujar Palguna saat membacakan pertimbangan putusan.

Tags:

Berita Terkait