Dinilai Tabrak Aturan Sana Sini, PP OSS Harus Direvisi
Utama

Dinilai Tabrak Aturan Sana Sini, PP OSS Harus Direvisi

Legal opinion Kejaksaan Agung juga menyebutkan bahwa BKPM berhak untuk mengusulkan adanya revisi, khususnya terkait proses penerbitan izin berusaha dengan sistem OSS.

Oleh:
Hamalatul Qurani
Bacaan 2 Menit
Direktur Pelayanan Fasilitas BKPM Endang Supriyadi (kanan). Foto: HMQ
Direktur Pelayanan Fasilitas BKPM Endang Supriyadi (kanan). Foto: HMQ

Sejak berlakunya PP No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Sistem Submission (OSS) tertanggal 21 Juni 2018, izin prinsip penanaman modal memang telah digantikan oleh Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berfungsi sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Tidak hanya itu, PP yang tidak mengatur masa transisi pemberlakuan sistem OSS ini juga mengakibatkan Kementerian dan Pemerintah Daerah tidak lagi berwenang menerbitkan izin yang terdapat dalam lampiran PP a quo.

 

Gonjang-ganjing soal kepastian implementasi OSS kala itu ditambah minimnya sosialisasi kepada Kementerian/Lembaga (K/L) serta petugas PTSP di daerah,maka tak heran jika satu PP OSS menabrak banyak aturan dan malah melahirkan ketidakpastian. Hal ini muncul lantaran pengesahan dan pemberlakukannya dinilai terlalu ‘terburu-buru’ dan menyisakan sekelumit catatan yang harus dituntaskan.

 

Hal tersebut diutarakan Direktur Pelayanan Fasilitas BKPM Endang Supriyadi. Ia mengaku pihak BKPM ‘baru menyadari’ pada tanggal 28 Juni bahwa PP yang diundangkan pada 21 Juni tersebut langsung berlaku tanpa masa transisi. Artinya, kata Endang, BKPM sendiri saat itu ‘kebablasan’ dan telah mengeluarkan ribuan izin begitu pula halnya Kementerian/Lembaga (K/L) pusat serta pemerintah provinsi, kabupaten/kota.

 

“Bayangkan nasib ribuan izin yang sudah kami keluarkan saat itu, kemudian berapa ribu juga yang dikeluarkan oleh K/L? Berapa ribu izin pula yang dikeluarkan Pemprov kabupaten/kota? Bagaimana nasib ribuan izin itu?” kata Endang.

 

Persoalan ini pun bergulir ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Saat itu, BKPM meminta legal opinion dari Kejagung soal ribuan izin yang telah diterbitkan. Kemudian, pada 26 Agustus Kejagung mengeluarkan pendapat bahwa semua izin yang diterbitkan sejak 21 Juni s/d 28 Juni 2018 tidak sah. Menyadari kelemahan PP 24/2018 tersebut, Kejaksaan Agung juga menyebutkan bahwa BKPM berhak untuk mengusulkan adanya revisi atas PP a quo, khususnya terkait proses penerbitan izin berusaha dengan sistem OSS.

 

BKPM telah mengidentifikasi beberapa isu utama terkait pelaksanaan PP 24/2018. Di antaranya, ketidaksesuaian dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur beberapa perizinan sektor (seperti terlampir dalam PP OSS) yang dialihkan pada lembaga OSS masih merupakan kewenangan daerah sesuai amanat UU Pemda. Tak hanya UU Pemda yang ditabrak, bahkan lembaga OSS sebagai penyelenggara perizinan penanaman modal turut bertabrakan dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mengamanatkan penyelenggaraan perizinan penanaman modal dilakukan melalui PTSP.

 

Baca:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait