Dorong Industri Investasi dan Ekspor, Ini Rangkaian Kebijakannya
Berita

Dorong Industri Investasi dan Ekspor, Ini Rangkaian Kebijakannya

Perlu kebijakan penunjang agar tax holiday menjadi lebih menarik di mata pelaku usaha.

Oleh:
Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES

Untuk mendorong industri, investasi, dan ekspor, Pemerintah melalui Menteri Keuangan memberikan insentif pajak berupa tax holiday yakni pengurangan pajak penghasilan badan. Sebelumnya tax holiday tersebut diberikan melalui PMK 130/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan dan PMK 159/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Teranyar adalah PMK 35/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

 

Dalam rilis yang diterima oleh Hukumonline, Jumat (19/10), insentif fiskal menurut PMK 130/2015 diberikan kepada 5 wajib pajak pada insustri Kimia Dasar Organik, Bubur Kertas dan Tisue dan Industri Karet Sintetis. Total rencana investasi yang dilakukan sebesar Rp39,4 triliun dengan negara asal investor berasal dari Swiss, Belanda dan Indonesia. Invetasi tersebut dikategorikan sebagai penanaman modal baru dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 4.855 orang. 

 

Sementara itu, tax holiday berdasarkan PMK 35/2018 diberikan kepada tujuh Wajib Pajak yang berasal dari industri ketenagalistrikan, industri penggilingan baja, industri baja dan baja dasar, dan industri logam dasar bukan besi. Total rencana investasi yang dilakukan sebesar Rp153,6 triliun dengan negara asal investor berasal dari RRC, Hongkong, Singapura, Jepang, Belanda dan Indonesia. Investasi dari 6 Wajib Pajak dikategorikan sebagai investasi baru dan investasi dari satu wajib pajak dikategorikan sebagai perluasan usaha dengan total penyerapan tenaga kerja dari ketujuh investasi wajib pajak tersebut sebanyak 6.811 orang.

 

Menurut Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo, Tax Holiday yang telah dikeluarkan dipandang belum cukup kuat untuk mendukung investasi dan perekonomian. Ia menilai beberapa hal perlu diatur agar lebih sesuai dengan sasaran dan kebutuhan. "Misalnya, ada beberapa sektor yang belum dapat, dan skala investasi/usaha yg terlalu besar," kata Yustinus kepada Hukumonline, Sabtu (20/10).

 

Namun, lanjut Yustinus, kebijakan tersebut perlu dievaluasi karena kurangnya minat dari pelaku usaha untuk memanfaatkan insentif ini. Misalnya mencari tahu penyebab kurangnya minat pelaku usaha terhadap tax holiday. Apakah persoalan terletak di formulasi insentif atau perlu packaging dengan kebijakan lain sehingga lebih integrated.

 

Ia menduga, kurangnya minat terhadap tax holiday disebabkan oleh dua hal, pertama belum sesuai kebutuhan pelaku. Kedua, ada sektor yang butuh insentif tersebut namun tidak mendapatkannya, misalnya industri hulu migas yang investasi triliunan tapi tidak mendapatkan insentif seperti saat ini.

 

"Saya menduga kebutuhan investor beyond tax holiday, misalnya perizinan, logistik, kepastian hukum, atau kalau pajak seperti percepatan restitusi dan simplifikasi administrasi, sengketa misalnya," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait