Larangan Calon Anggota DPD dari Pengurus Parpol, MK ‘Diserang’ Balik
Berita

Larangan Calon Anggota DPD dari Pengurus Parpol, MK ‘Diserang’ Balik

“Saya kira tidak ada kewenangan DPD untuk itu”.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Pimpinan DPD. Foto: RES
Pimpinan DPD. Foto: RES

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 30/PUU-XVI/2018 yang melarang pengurus partai politik mencalonkan diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tampaknya berbuntut panjang. Perlawanan terhadap larangan pengurus parpol menjadi calon anggota DPD telah dilakukan. Ketua DPD, Oesman Sapta Odang, diketahui melayangkan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Dewan Perwakilan Daerah ke Mahkamah Agung.

Peraturan KPU dimaksud mengatur secara teknis ketentuan yang membatasi pengurus parpol yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota DPD. Beleid ini diterbitkan KPU sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi. Tetapi berdasarkan informasi yang diperoleh Hukumonline, Mahkamah Agung telah memutus permohonan hak uji materiil tersebut. Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengaku belum membaca putusan uji materi itu.

Selain upaya hukum mempersoalkan Peraturan KPU, kini beradar surat berkop Dewan Perwakilan Daerah yang diteken Wakil Ketua DPD, Nono Sampono. Isi surat itu adalah sikap politik DPD yang meminta agar keberadaan MK ditinjau kembali. Surat berkop DPD itu ditemuskan kepada pimpinan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sekaligus.

Nono menjelaskan kepada wartawan, DPD tidak sendirian dalam mempersoalkan keberadaan Mahkamah Konstitusi. Ia mengklaim Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan pernyataan yang sama. “Baru pernah terjadi dalam sejarah ketatanegaraan sebuah keputusan lembaga peradilan direspons oleh tiga lembaga (legislatif),” ujar Nono kepada wartawan, Rabu (31/10).

Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, mengatakan belum meihat fisik surat dari DPD. Dia juga tidak bisa memastikan apakah surat itu sudah masuk ke Mahkamah Konstitusi atau belum. “Belum ada pembahasan terkait (surat) itu,” ujarnya.

Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Secara normatif, putusan Mahkamah mempunyai kekuatan hukum sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno.  Menanggapi surat DPD yang berisi sikap politik untuk meninjau keberadaan MK tersebut, pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin dengan tegas mengatakan bahwa DPD tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan sikap politik semacam itu. “Saya kira tidak ada ya kewenangan DPD untuk itu. Kewenangan DPD itu limitatif di Undang-Undang Dasar,” ujar Irman kepada hukumonline  Senin (5/11).

Berdasarkan UUD 1945, wewenang DPD adalah mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain itu, DPD juga berwenang untuk terlibat dalam proses pembahasan sejumlah rancangan UU yang dapat diajukan tadi, serta terlibat dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait