Praktik pendampingan hukum gratis atau pro bono merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi para advokat. Melalui kegiatan ini advokat dapat memberi sumbangsih atas kompetensinya kepada masyarakat tidak mampu yang terlibat perkara hukum. Tingginya biaya peradilan merupakan salah satu alasan praktik pro bono ini perlu terus dilakukan para advokat.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly, mendorong agar para advokat semakin sering terlibat dalam kegiatan pro bono. Dia menjelaskan keterbatasan anggaran pemerintah dalam bantuan hukum kepada masyarakat maka kegiatan pro bono ini sangat dibutuhkan.
“Keterbatasan anggaran negara yang berdampak bagi terbatasnya jangkauan akses keadilan merupakan salah satu tantangan yang harus segera disikapi. Akses keadilan kepada masyarakat tidak mampu merupakan salah satu prinsip dasar dari rechtstaat atau rule of law,” kata Yasonna dalam acara penghargaan “Hukumonline Awards 2018: Indonesia Pro Bono Champions”, di Graha Pengayoman, Kemenkumham, Kamis (20/12).
“Dalam ketiadaan akses keadilan, masyarakat tidak bisa menyuarakan pendapat, mendapatkan hak-haknya, menentang diskriminasi, atau melindungi hak-hak dasarnya,” kata Yasonna.
Sejak tahun 2013, Program Bantuan Hukum telah menjangkau semakin banyak penerima bantuan hukum. Pada tahun 2016, jumlah penerima hampir 40.000 orang, sedangkan tahun 2017 naik menjadi hampir 50.000 orang. Pada tahun 2018 ini, jumlah penerima bantuan hukum mencapai 92.000 orang.
“Tentu ini masih sangat jauh dari kebutuhan akan akses keadilan bagi masyarakat miskin,” jelas Yasonna.
(Baca Juga: Hukumonline Pro Bono Awards 2018, Ini Para Pemenangnya)
Lebih lanjut, Yasonna menjelaskan apabila pro bono ini tidak dilakukan maka ketidakadilan dan kesenjangan hukum akan semakin buruk. Sebab, menurut Yasonna, masyarakat miskin dan rentan membutuhkan perlindungan hak-hak yang selama ini sulit dijangkau akses hukum.