Pemerintah: UU Telekomunikasi Jamin Perlindungan Data Pribadi
Berita

Pemerintah: UU Telekomunikasi Jamin Perlindungan Data Pribadi

Pemohon minta diberi hak juga untuk mengakses rekaman dan transkrip percakapan untuk kepentingan proses peradilan pidana, bukan hanya aparat penegak hukum.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Pemerintah menyatakan prinsipnya penyadapan atas informasi merupakan kegiatan yang dilarang dan diancam pidana seperti diatur Pasal 40 jo Pasal 56 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Namun di sisi lain, Pasal 42 ayat (1) UU Telekomunikasi telah mewajibkan penyelenggara telekomunikasi merahasiakan informasi yang dikirim dan/atau diterima, oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.  

 

“Adanya ketentuan Pasal 40 dan Pasal 42 ayat (1) UU Telekomunikasi, menunjukkan bahwa UU Telekomunikasi memberi pengakuan dan perlindungan terhadap hak (data) pribadi,” ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ahmad M. Ramli, mewakili pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian UU Telekomunikasi, Rabu (9/1/2019) seperti dikutip laman MK.   

 

Pasal 42 UU Telekomunikasi:

(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.

(2) Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu. b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

 

Ditegaskan Ramli, sebagai pengecualian atas hak pribadi yang dilindungi UU Telekomunikasi memberi ruang kepada pengguna jasa telekomunikasi dan aparat penegak hukum yaitu Jaksa Agung, Kapolri, dan penyidik untuk tindak pidana tertentu untuk memperoleh rekaman informasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dasar permintaan seperti diatur Pasal 41, Pasal 42, dan Pasal 43 UU Telekomunikasi.

 

Dia menerangkan terdapat dua kegiatan perekaman yang dapat dilakukan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi seperti diatur Pasal 41 UU Telekomunikasi yaitu perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi dan perekaman informasi. Terkait perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi, telah memberi hak kepada Pengguna Jasa Telekomunikasi untuk meminta rekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi kepada penyelenggara jasa telekomunikasi dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi.

 

“Secara norma dan implementasinya rekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi dalam Pasal 41 UU Telekomunikasi berupa data penggunaan fasilitas telekomunikasi sekurang-kurangnya tiga bulan terakhir terhitung sejak diterimanya surat permintaan tertulis, berupa call data record (cdr) antara lain meliputi data jumlah dan waktu incoming dan outgoing call, short message service (sms), tagihan (billing) dan routing yang mana rekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi tersebut tidak berbentuk rekaman percakapan,” terang Ramli dalam perkara Nomor 94/PUU-XVI/2018 ini.

Tags:

Berita Terkait