Ini Pokok-pokok Revisi Aturan Kredit Pajak Luar Negeri
Utama

Ini Pokok-pokok Revisi Aturan Kredit Pajak Luar Negeri

Memberikan kepastian hukum dari sektor pajak karena diatur lebih detail.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ini Pokok-pokok Revisi Aturan Kredit Pajak Luar Negeri
Hukumonline

Untuk meningkatkan kemudahan dan kepastian terkait kredit pajak luar negeri serta mendorong Wajib Pajak untuk mengklaim manfaat P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda), yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah atau pembebasan dari pengenaan pajak di luar negeri, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.192/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak atas Penghasilan dari Luar Negeri.

 

Peraturan ini mulai berlaku pada 31 Desember 2018 dan menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002. PMK ini memberikan klarifikasi dan petunjuk yang lebih detil mengenai tata cara penghitungan besarnya kredit pajak luar negeri yang dapat diakui dan tata cara pelaporannya. Menurut Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Hestu Yoga Saksama, terdapat beberapa tujuan pemerintah melakukan revisi aturan kredit pajak luar negeri.

 

Pertama, untuk menyederhanakan proses pelaporan penghasilan dari luar negeri. Jika pada peraturan sebelumnya pelaporan pajak penghasilan luar negeri harus melampirkan bukti potong, laporan keuangan, atau tax return, maka di PMK 192 Tahun 2018 syarat-syarat tersebut dihapus.

 

“Sekarang berapa yang sudah dibayar di luar negeri ditulis saja di kredit pajaknya, enggak perlu lampiran-lampiran itu. Tapi nanti kalau misalnya diperiksa harus bisa membuktikan bahwa WP sudah membayar pajak di luar negeri,” kata Yoga kepada hukumonline, Kamis (10/1).

 

Kedua, PMK No.192 Tahun 2018 mengatur mengenai Penentuan negara sumber penghasilan luar negeri, yang sebelumnya tidak diatur. Ketiga, PMK juga mengatur mengenai jenis penghasilan yang dapat mendapatkan kredit pajak luar negeri, dan keempat adalah mengatur tentang batasan kredit pajak.

 

“Beberapa hal diatur lebih detail dan ini akan memberikan kepastian hukum karena sekarang lebih clear lebih jelas daripada peraturan yang lama,” jelas Yoga.

 

Indonesia menganut worldwide income sesuai dengan Pasal 25 UU PPh. Dalam praktiknya, negera memiliki kewenangan untuk menarik pajak dari penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) yang berasal dari luar negeri. Tetapi di sisi lain, penghasilan WPDN di luar negeri juga dipajaki oleh negara sumber penghasilan.

Tags:

Berita Terkait