Potensi Pelanggaran Implementasi PP DHE yang Perlu Diantisipasi Pemerintah
Berita

Potensi Pelanggaran Implementasi PP DHE yang Perlu Diantisipasi Pemerintah

Sanksi administrasi yang diterapkan pemerintah harus kuat. Jika tidak, bukan tak mungkin pelaku usaha lebih memilih melakukan kecurangan dengan denda yang kecil karena mendapatkan keuntungan yang besar.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi iklim investasi. BAS
Ilustrasi iklim investasi. BAS

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Seperti aturan lainnya, PP DHE juga dilengkapi dengan sanksi admnistrasi bagi pelaku usaha yang tidak menjalankan amanat di dalam PP DHE tersebut. 

 

Pasal mengenai sanksi diatur di dalam Pasal 9. Selain itu, PP DHE mengatur bahwa setiap Penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan Devisa. Namun khusus Devisa berupa Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam, wajib dimasukkan ke dalam sistem keuangan Indonesia.

 

Pengamat Ekonomi Indef, Ahmad Heri Firdaus, berpendapat pemerintah harus menyiapkan instrumen kebijakan yang tidak setengah-setengah untuk mencegah timbulnya celah kecurangan dalam implementasinya. Maksudnya, sanksi administrasi yang diatur didalam PP DHE masih memberikan celah kepada pelaku usaha untuk tetap berbuat curang.

 

Bagi Heri, sanksi administrasi yang diterapkan oleh pemerintah harus kuat. Jika tidak, bukan tak mungkin pelaku usaha lebih memilih melakukan kecurangan dengan denda yang kecil, karena mendapatkan keuntungan yang besar.

 

“Kalau misalnya pelaku usaha tahu hukuman lemah, hukuman denda yang tidak seberapa, dan mereka akan berpikir mendingan bayar denda dan melakukan pelanggaran karena untungnya jauh lebih besar daripada denda. Jangan ada celah seperti itu, gawat kalau ada orang memilih melanggar aturan karena enforcement-nya kecil. Nah ini harus diperjelas dulu bagaimana aturan teknisnya,” kata Heri kepada hukumonline, Senin (28/1).

 

Selain itu, Heri menilai bahwa pemerintah harus melakukan antisipasi terkait adanya kemungkinan lahirnya perusahaan-perusahaan baru, terutama perusahaan-perusahaan baru yang lahir karena perusahaan sebelumnya mendapatkan sanksi pencabutan izin. Dalam kasus seperti ini, sudah sepantasnya pemerintah mencatat nama pihak-pihak yang terlibat dalam setiap perusahaan yang melakukan pelanggaran dan izinya dicabut. Tujuannya untuk menghindari potensi pelanggaran yang sama.

 

“Perusahaan lama dicabut izin, terus bikin perusahaan baru dan orangnya sama. Nah itu sama aja bohong. Yang semacam-semacam itu harus diantisipasi juga sama pemerintah, oleh Bank Sentral dan OJK. Artinya harus ada hukum yang lebih kuat sehingga pelaku usaha enggak bisa melakukan ini, untuk coba-coba seperti itu,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait