Libatkan Pemangku Kepentingan, BPHN Susun Standar Layanan Bantuan Hukum
Berita

Libatkan Pemangku Kepentingan, BPHN Susun Standar Layanan Bantuan Hukum

Namun, BPHN disarankan memetakan permasalahan yang dialami OBH untuk mendapat gambaran kondisi di lapangan.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Pos Bantuan Hukum di salah satu pengadilan. Foto: SGP
Pos Bantuan Hukum di salah satu pengadilan. Foto: SGP

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) tengah menyusun Standar Layanan Bantuan Hukum bagi Organisasi Bantuan Hukum (OBH) untuk memberi bantuan hukum gratis kepada masyarakat tidak mampu. Standar Layanan ini diharapkan lebih memberi perlindungan bagi masyarakat pencari keadilan, dalam hal misalnya terjadi penyimpangan pemberian bantuan hukum.

 

Dalam siaran persnya, Kepala BPHN Prof R. Benny Riyanto mengatakan, advokat yang bernaung dalam OBH adalah advokat istimewa. Sebab, separuh dari niat mereka berpraktik di dunia kepengacaraan untuk membantu masyarakat kurang mampu yang membutuhkan pendampingan hukum. Karena itu, pemerintah melalui BPHN mengapresiasi dengan mengucurkan anggaran bantuan hukum terhadap OBH yang terakreditasi dan terverifikasi.

 

“Pemberian bantuan hukum harus memenuhi Standar Minimum yang layak, sehingga perlu ada rumusan terkait konsep Standar Layanan Minimum Bantuan Hukum,” kata Prof R. Benny, dalam FGD bertajuk “Pembentukan Standar Layanan Minimum Bantuan Hukum dan Sinergitas antara Advokat, Paralegal, dan Penyuluh Hukum” di Aula BPHN Jakarta, Jumat (15/2). Baca Juga: Pemerintah Sediakan 53 Miliar untuk Bantuan Hukum Masyarakat Marginal 2019-2021

 

Benny melanjutkan Standar Layanan Minimum Bantuan Hukum ini akan menjadi pedoman bagi advokat yang bernaung dalam OBH. Sejauh ini, konsep Standar Layanan Bantuan Hukum mencakup layanan litigasi maupun nonlitigasi, dimulai tahap permohonan bantuan hukum hingga kasus itu berkekuatan hukum tetap. BPHN sendiri masih terus menyempurnakan konsep ini dengan meminta masukan dari stakeholder agar masyarakat pencari keadilan dapat merasakan manfaat pengaturan ini.

 

Hingga saat ini, tercatat ada 524 OBH telah terakreditasi dan terverifikasi dengan total advokat sebanyak 2.557 advokat. Jumlah advokat tersebut, kata Prof R. Benny, masih sangat minim dibanding dengan jumlah penduduk, belum lagi sebaran OBH pada Kabupaten/Kota yang belum merata. Dari 514 Kabupaten/Kota, 512 Kabupaten/Kota yang telah memiliki OBH di wilayahnya.

 

“Standar Layanan Minimum Bantuan Hukum ini mengarahkan OBH untuk melaksanakan kegiatan bantuan hukum kepada orang miskin sesuai pedoman standar layanan yang nantinya akan dirumuskan bersama,” kata Prof R. Benny.

 

Penyusunan konsep Standar Layanan Bantuan Hukum masih terus disempurnakan. Selain melibatkan organsisasi profesi advokat, seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI), BPHN juga melibatkan kalangan penegak hukum seperti Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. BPHN pun meminta masukan dari Kementerian/Lembaga, antara lain Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, masyarakat sipil, atau LSM.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait