Resmi Dibuka, Ini Agenda Utama Kongres Nasional KAI III
Berita

Resmi Dibuka, Ini Agenda Utama Kongres Nasional KAI III

Memilih presiden KAI yang baru.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto (tengah) berfoto bersama usai membuka Kongres Nasional KAI III di Surabaya, Jum'at (26/4). Foto: RFQ
Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto (tengah) berfoto bersama usai membuka Kongres Nasional KAI III di Surabaya, Jum'at (26/4). Foto: RFQ

Kongres Advokat Indonesia (KAI) resmi menggelar kongres nasional ketiga di Hotel Grand Ballroom The Empire Palace, Surabaya, Jum’at (26/4/2019). Kongres Nasional KAI III ini mengusung tema “Mewujudkan Advokat Indonesia yang Profesional, Modern dan Bermoral”. Dihadiri 527 anggota KAI seluruh Indonesia, Kongres Nasional agenda utamanya mencari pemimpin organisasi advokat KAI.

 

Acara ini pun dihadiri dari perwakilan Kejaksaan Tinggi Surabaya, Pengadilan Tinggi Surabaya, dan Polda Jawa Timur. Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto membuka secara resmi Kongres Nasional KAI III yang ditandai dengan pemukulan gong tanda dibukanya kongres lima tahunan ini.

 

“Dengan mengucapkan basmallah, Kongres KAI III secara resmi dinyatakan dibuka,” ujar Tjoetjoe di Surabaya, Jumat (26/4). Baca Juga: Mengintip Persiapan Gelaran Kongres Nasional KAI III

 

Dalam sambutannya, Tjoetjoe mengatakan awal periode memimpin KAI pada 2014, kondisi advokat KAI dalam keterpurukan. Sebab, advokat yang bernaung di bawah KAI belum dapat disumpah oleh Pengadilan Tinggi. Akibatnya, advokat KAI kesulitan beracara di pengadilan (litigasi) mendampingi pencari keadilan. “Dengan janji di depan seluruh anggota KAI 2014 silam, dalam satu tahun sejak terpilih menjadi presiden bakal berupaya agar advokat KAI dapat disumpah Pengadilan Tinggi,” kata Tjoetjoe.  

 

Dengan berbekal lobi-lobi dan uji materi UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, akhirnya Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Ketua MA No.73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang Penyumpahan Advokat dari organisasi manapun. “Ini menunjukan sistem multibar dalam organisasi advokat sudah kentara. Sekarang kita setara dengan organisasi advokat lainnya,” ujarnya.

 

Hanya saja, ada satu hal yang masih mengganjal dan membuat Tjoetjoe resah yakni terkait status advokat sebagai penegak hukum. Dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat disebutkan, Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan”.

 

Bagi Tjoetjoe, negara belum memperlakukan advokat sebagai penegak hukum secara setara jika dibandingkan penegak hukum lain, seperti polisi, jaksa, hakim yang diberikan penghasilan oleh negara dalam menegakan hukum dan diberi pendidikan dan latihan. Sedangkan advokat sebaliknya. “Kalau advokat KAI kalau mau pintar mengeluarkan biaya sendiri,” kata dia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait