Menyebarkan Karya Jurnalistik Terancam UU ITE?
Berita

Menyebarkan Karya Jurnalistik Terancam UU ITE?

UU Pers memberikan perlindungan hukum bagi wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Wartawan mewawancarai narasumber di lapangan. Produk liputan wartawan adalah berita. Foto: RES
Wartawan mewawancarai narasumber di lapangan. Produk liputan wartawan adalah berita. Foto: RES

Profesi jurnalis dan kebebasan menyampaikan pendapat adalah dua hal yang berkaitan sangat erat. Alam demokrasi yang tumbuh di Indonesia sejak reformasi bergulir memberi kesempatan kepada profesi jurnalis untuk semakin terbuka memberitakan berbagai informasi. Diskursus terkait hal ini timbul seiring terbitnya UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kebebasan menyampaikan pendapat melalui karya jurnalistik menemukan tantangan setelah UU ITE lahir. Undang-Undang ini dapat menjerat siapa saja yang dilaporkan mencemarkan nama baik, termasuk wartawan yang bertugas menjalankan profesinya. Sejumlah jurnalis harus berhadapan dengan proses hukum akibat karya jurnalistik mereka dilaporkan berisi pencemaran nama baik.

Fakta inilah yang menggerakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan sejumlah organisasi masyarakat sipil mengadvokasi persoalan dugaan tindak pidana yang menimpa jurnalis. Salah satunya menimpa seorang wartawan di Aceh. Seorang jurnalis dilaporkan ke polisi karena mendistribusikan link berita karya jurnalistik ke media sosial. “Yang disebarkan adalah link berita di medsosnya. Secara substansi dia menyebarkan karya jurnalisitik,” ujar Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (2/5).

Ade menegaskan bahwa pada dasarnya  dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 8 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Namun hingga kini masih ada persoalan yang menimpa wartawan dalam rangka menjalankan tugas-tugas jurnalistik. Salah satunya tantangan dari pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE yang dinilai sangat fleksibel.

Ade berpendapat penggunaan Pasal 27 ayat (3) sebagaimana kasus yang tengah ditangani oleh LBH Pers kepada wartawan ke depan akan menjadi preseden dalam penegakan hukum. “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat dipidana dengan penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda Rp1.000.000.000”.

Penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa ketentuan pada Pasal 27 ayat (3) mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Definisi mengenai sejumlah tindakan yang disebutkan dalam pasal 27 ayat (3) dapat ditemukan dalam penjelasan pasal 27 ayat (1) UU ITE. Menurut Penjelasan Pasal 27 ayat (1), yang dimaksud dengan tindakan mendistribusikan adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik.

Tindakan mentransmisikan adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik. Tindakan dapat diakses adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik. Sampai di sini, publik cukup memahami anatomi dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait