Mengukur Peluang ‘Gugatan’ Prabowo-Sandi di MK
Sengketa Pilpres 2019:

Mengukur Peluang ‘Gugatan’ Prabowo-Sandi di MK

Secara teoritis dan praktik ada tiga pendekatan yang digunakan dalam memeriksa dan memutus permohonan sengketa pilpres yakni hitungan-hitungan, TSM, dan proses pemilu jurdil.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Diskusi bertajuk 'Menakar Kapasitas Pembuktian MK' di Jakarta, Kamis (13/6). Foto: AID
Diskusi bertajuk 'Menakar Kapasitas Pembuktian MK' di Jakarta, Kamis (13/6). Foto: AID

Sidang perdana permohonan sengketa hasil pemillihan presiden dan wakil presiden (pilpres) digelar hari ini, Jum’at (14/6/2016) mulai pukul 09.00 WIB. Sejumlah kalangan pakar/akademisi sudah memprediksi kemungkinan putusan hasil sengketa Pilpres 2019 ini. Hingga memberi gambaran terkait pembuktian permohonann sengketa pilpres yang dimohonkan pasangan capres cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ini.

 

Seperti yang disampaikan Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Fitra Arsil, dan mantan Ketua MK Hamdan Zoelva yang sudah bisa memperkirakan gambaran persidangan sengketa pilpres di MK.

 

Refly Harun memperkirakan permohonan sengketa pilpres ini 99 persen bakal ditolak jika MK masih menggunakan paradigma terstruktur, sistematis, masif (TSM) dan paradigma pembuktian hasil perolehan suara (hitung-hitungan). "Kalau pilpres sudah ke MK dan paradigmanya masih dua yakni paradigma hitung-hitungan dan paradigma TSM. Saya kira the game is over (selesai)," ujar Refly dalam diskusi bertajuk “Menakar Kapasitas Pembuktian MK” di Jakarta, Kamis (13/6/2019).

 

Refly menjelaskan dua paradigma tersebut memiliki kelemahan dalam konteks pembuktian dalam perkara sengketa pilpres. Pertama, paradigma hitung-hitungan perolehan suara, tentu hakim konstitusi membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa seluruh bukti dalam sengketa ini. Refly pesimis, hakim dapat memeriksa seluruh bukti-bukti yang dilampirkan Pemohon (dan pihak termohon/pihak terkait) dalam waktu 14 hari.

 

"Bukti signifikan untuk membuktikan bahwa paslon 02 unggul, paling gampang formulir C-1 dan C-1 plano (rekapitulasi hasil perolehan suara di masing-masing TPS). Dokumen ini yang akan dihitung ulang sambil mengecek keaslian kedua dokumen. Jangan-jangan ada dua dokumen yang sama-sama asli pakai hologram semua, tapi berbeda. Disini saya katakan game is over," ujarnya. Baca Juga: Tim Hukum Prabowo Dalilkan Lima Modus Kecurangan Pilpres

 

Kedua, paradigm TSM yang sifatnya kumulatif. Jika MK menggunakan paradigma TSM permohonan ini bakal sulit dikabulkan. Misalnya, terstruktur, Pemohon harus bisa membuktikan ada struktur kekuasaan yang memang melakukan pelanggaran/kecurangan yang sedemikian rupa, sehingga mempengaruhi perolehan suara paslon tertentu. Kemudian, sistematis dan masif ini harus terpola.

 

Menurutnya, parameter/ukuran masif masih buram (belum pasti). “Hingga saat ini tolok ukur masif masih buram. Sejauh mana sesuatu bisa dikatakan masif. Apakah masif harus memenuhi kriteria seluruh Indonesia atau satu provinsi bisa dikatakan cukup masif atau satu provinsi plus satu kecamatan dan sebagainya," terang dia.

Tags:

Berita Terkait