Ini Alasan Perlunya Merevisi Draft Perpres Tugas TNI Mengatasi Terorisme
Berita

Ini Alasan Perlunya Merevisi Draft Perpres Tugas TNI Mengatasi Terorisme

Komnas HAM ikut kritik. Jangan menggunakan model perang.

Oleh:
Adi Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi penanganan aksi terorisme. Foto: RES
Ilustrasi penanganan aksi terorisme. Foto: RES

UU No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU mengatur peran militer dalam mengatasi aksi terorisme. Intinya aturan itu mengamanatkan pelibatan TNI dilakukan sesuai tugas pokok dan fungsi TNI.

Saat ini pemerintah menindaklanjuti aturan itu dengan menyusun rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Draftnya sudah dikritik sejumlah pihak. Penelitian senior Imparsial, Anton Aliabbas menilai rancangan Perpres itu perlu direvisi total karena substansinya bermasalah. Apa alasannya?

Sedikitnya ada dua UU yang ditabrak, yakni UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Misalnya, Pasal 2 Rancangan Perpres mengatur fungsi penangkalan, penindakan, dan pemulihan. Pasal 3 menjelaskan fungsi penangkalan mulai dari kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi sampai deradikalisasi. Pasal 5, menjelaskan penangkalan itu juga dijalankan dengan operasi intelijen, operasi teritorial dan informasi.

Menurut Anton istilah ‘penangkalan’ tidak dikenal dalam UU Terorisme. Sebagaimana Pasal 43 UU Terorisme, yang dikenal hanya istilah ‘pencegahan’ yakni tugas pemerintah yang dikoordinasikan lewat BNPT. Artinya, kewenangan pencegahan bukan ranah TNI, tapi BNPT. Hal ini ditegaskan pasal 43F huruf c UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menjelaskan sejumlah fungsi BNPT dalam menangani terorisme antara lain melaksanakan kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.

“Tugas penangkalan dan pemulihan sebaiknya dikerjakan badan yang memiliki kompetensi yang sesuai seperti BNPT, BIN, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, dan lembaga lainnya,” kata Anton di Jakarta, Kamis (6/7).

(Baca juga: Perpres Pelibatan TNI Menangani Terorisme Perlu Perhatikan 4 Hal).

Selain itu Anton berpendapat Rancangan Perpres ini menabrak UU TNI. Hal ini terlihat dari pasal 17 Rancangan Perpres yang menyatakan pendanaan untuk mengatasi terorisme yang dilakukan oleh TNI berasal dari APBN, APBD, sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Ketentuan ini bertentangan dengan pasal 66 UU TNI yang mengamanatkan TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari APBN.

Melihat substansinya, Anton menilai Rancangan Perpres ini semangatnya model perang (war model) dalam menangani terorisme. Tentu saja hal ini bertentangan dengan UU Terorisme yang menggunakan prinsip penegakan hukum dalam memberantas terorisme. Rancangan Perpres ini juga dinilai membahayakan demokrasi dan HAM karena menghilangkan mekanisme checks and balances antara Presiden dan DPR. “Pasal 17 ayat (2) UU TNI yang menegaskan pengerahan kekuatan TNI oleh Presiden harus mendapat persetujuan DPR,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait