Urgensi Kepatuhan Internal Sektor Migas Antisipasi Fraud dan Korupsi
Berita

Urgensi Kepatuhan Internal Sektor Migas Antisipasi Fraud dan Korupsi

Karena risiko praktik curang, suap dan korupsi masih besar dalam sektor migas.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
 Legal Senior Manager, Premier Oil Indonesia, Ali Nasir saat Editorial Discussion dengan tim konten Hukumonline, Senin (2/9). Foto: HOL
Legal Senior Manager, Premier Oil Indonesia, Ali Nasir saat Editorial Discussion dengan tim konten Hukumonline, Senin (2/9). Foto: HOL

Sektor minyak dan gas (migas) dikenal dengan salah satu industri padat modal. Besarnya perputaran uang dalam industri tersebut berbanding lurus dengan munculnya risiko kecurangan atau fraud. Kejahatan ini dapat melibatkan internal pegawai perusahaan migas, swasta hingga pemerintah sebagai regulator.

 

Persoalan lain, pengawasan hukum pada sektor migas juga ketat dan rawan kriminalisasi. Bahkan terdapat kasus-kasus pidana yang melibatkan perusahaan migas. Masih segar dalam ingatan, kasus Direktur Utama PT Pertamina Persero, Karen Agustiawan, yang divonis 8 tahun penjara oleh pengadilan. Sebelumnya, terdapat kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia pada 2012.

 

Atas kondisi tersebut, salah satu upaya untuk mencegah fraud dan kriminalisasi tersebut dapat dilakukan dengan penyusunan aturan internal korporasi bagi perusahaan migas. Dengan aturan internal yang jelas diharapkan dapat dipatuhinya ketentuan tersebut setiap lapisan internal perusahaan migas. Selain itu, setiap aksi korporasi juga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

 

Hal ini disampaikan Legal Senior Manager, Premier Oil Indonesia, Ali Nasir saat berdiskusi membahas perkembangan regulasi industri migas dengan hukumonline, Senin (2/9). “Prosedur (aturan) internal itu penting untuk mengatur apa yang tidak dan boleh dilakukan. Setiap tindakan harus ada policy. Misalnya, saat perusahaan migas mau investasi itu punya guide line. Sehingga, apabila terdapat ketentuan tidak terpenuhi maka tidak terealisasi investasi tersebut,” jelas Ali.

 

Tidak hanya itu, Ali yang berpengalaman bekerja di Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) juga menjelaskan perusahaan migas harus menyusun prosedur internal saat bekerja sama dengan kontraktor. Hal ini diperlukan mengingat tingginya kebutuhan perusahaan migas terhadap kontraktor-kontraktor tersebut.

 

Ali mencontohkan salah satu ketentuan yang diterapkan perusahaannya yaitu larangan mentraktir kontraktor melebihi Rp 1 juta. “Batasan (Rp 1 juta) ini kami peroleh dari imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” jelasnya.

 

(Baca: Akses Data Hulu Migas Terbuka untuk Undang Investasi)

 

Kemudian, dia juga menjelaskan perusahaan migas juga perlu menerapkan sistem whistleblowing (pelaporan) tingkat internal. Dengan sistem tersebut, setiap pihak dapat melaporkan pelanggaran yang dilakukan rekannya tanpa takut terungkap namanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait