Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan bahwa ketentuan pencantuman label dan sertifikat halal tetap diberlakukan sesuai aturan perundangan. Pemerintah berkewajiban melindungi konsumen muslim di dalam negeri yang merupakan mayoritas di Indonesia.
Kewajiban pencantuman label dan sertifikat halal sudah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan Pasal 2 PP No. 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
UU 33/2014 Pasal 4: Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. PP 31/2019 Pasal 2: Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. |
“Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2014, setiap produk yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib bersertifikat halal. Sertifikat halal tersebut diterbitkan oleh lembaga halal dari luar negeri dan wajib diregistrasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Halal sebelum produk tersebut diedarkan di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana, seperti dikutip dari laman Kemendag, Kamis (12/9).
Menurut Wisnu, pemenuhan jaminan halal juga dipersyaratkan ketika produk hewan akan diperdagangkan di dalam wilayah NKRI melalui kewajiban pencantuman label halal, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Pasal 2 Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
PP 69/1999 Pasal 10 :
Peraturan BPOM 31/2018 Pasal 2:
|
Kementerian Perdagangan juga mempersyaratkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian yang mewajibkan pemasukan daging yang memenuhi persyaratan halal. Hal ini diatur dalam Permendag No. 29 Tahun 2019 Pasal 13 ayat (1), ayat (2) serta ayat (3) yang menyebutkan, importir dalam mengajukan permohonan Persetujuan Impor harus melampirkan persyaratan Rekomendasi dari Kementerian Pertanian.