RUU SDA Disetujui Jadi UU, Ini Respons APINDO
Berita

RUU SDA Disetujui Jadi UU, Ini Respons APINDO

Masih terdapat beberapa hal yang masih harus diperjelas oleh pemerintah dalam UU SDA tersebut.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
ilustrasi: BAS
ilustrasi: BAS

DPR bersama pemerintah akhirnya bersepakat untuk menyetujui Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) menjadi undang-undang. Regulasi ini terdiri dari 16 Bab dan 79 Pasal, yang di dalamnya mengatur mengenai pengelolaan sumber daya air, perizinan, sistem informasi, pemberdayaan dan pengawasan, pendanaan, hak dan kewajiban, partisipasi masyarakat, penyidikan hingga penuntutan sanksi pidana.

 

Dalam proses pembahasannya di DPR, RUU SDA ini menimbulkan reaksi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Setidaknya, APINDO menyoroti beberapa pasal yang dianggap mengganggu iklim dunia usaha, terutama mengenai pungutan kompensasi konversi SDA minimal 10 persen dari laba usaha.

 

Aturan ini diatur dalam Pasal 47 yang menegaskan izin penggunaan SDA untuk kebutuhan usaha dapat diberikan kepada pihak swasta setelah memenuhi syarat tertentu dan ketat. Minimal, syarat yang harus dipenuhi adalah sesuai dengan pola pengelolaan SDA dan rencana pengelolaan SDA; berbadan hukum; memenuhi persyaratan teknis administratif; bekerjasama dengan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah; mendapat rekomendasi dari pemangku kepentingan di kawasan SDA; memberikan bank garansi yang besarannya disesuaikan dengan volume penggunaan air; dan menyisihkan paling sedikit 10 persen dari laba usaha untuk konservasi SDA.

 

Namun rupanya beberapa masukan dari APINDO diakomodir oleh DPR, salah satunya mengenai kewajiban pungutan kompensasi konversi SDA minimal 10 persen. Hal ini pun mendapat apresiasi dari Apindo.

 

“Beberapa substansi diakomodir meski tidak semuanya, seperti adanya pungutan 10 persen dari keuntungan itu ditiadakan. Dan itu kita apresiasi,” katanya kepada Hukumonline, Jumat (20/9).

 

Namun demikian, Iwantono menegaskan masih terdapat beberapa hal yang masih harus diperjelas oleh pemerintah dalam UU SDA tersebut. Salah satunya adalah mengenai implementasi dari terbukanya akses bagi masyarakat luas. Menurut Iwantono, penerapan pasal ini cukup berisiko karena dapat merusak air.

 

Selain itu, diperlukan penjelasan mengenai keharusan kerja sama antara swasta dan pemerintah daerah terkait pengelolaan sumber daya air, seperti aturan teknis kerja sama. Dan adanya keterlibatan asosiasi dalam proses pembahasan aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan peraturan terkait lainnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait