Putusan Wadah Organisasi Advokat, Begini Pandangan Peradi dan KAI
Utama

Putusan Wadah Organisasi Advokat, Begini Pandangan Peradi dan KAI

Peradi menganggap putusan MK No. 35/PUU-XVI/2018 meneguhkan Peradi sebagai satu-satunya wadah organisasi advokat (single bar) dengan 8 kewenangan sesuai UU Advokat. DPP KAI mengajak DPN PERADI untuk duduk bersama-sama merumuskan RUU Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES

Melalui beberapa putusan sebelumnya, terakhir dengan Putusan MK No. 35/PUU-XVI/2018 bertanggal 28 November 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menegaskan konstitusionalitas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai organisasi advokat, satu-satunya wadah profesi advokat dengan delapan kewenangan sesuai UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.   

 

Karena itu, lewat Putusan MK No. 35/PUU-XVI/2018 itu, MK menolak seluruh uji materi terkait konstitusionalitas frasa “organisasi advokat” sejumlah pasal dalam UU Advokat yang dimohonkan Bahrul Ilmi Yakup, Shalih Mangara Sitompul, Gunadi Handoko, Rynaldo P. Batubara, Ismail Nganggon yang merupakan para advokat yang tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) kubu Fauzie Yusuf Hasibuan dan Iwan Kurniawan sebagai calon advokat. Baca Juga: MK Diminta Tegas Putuskan Konstitusionalitas Wadah Tunggal

 

Dalam putusan itu, Mahkamah mengurai beberapa pertimbangan penting. Pertama, penegasan Peradi satu-satunya wadah profesi advokat memiliki delapan kewenangan: melaksanakan pendidikan khusus profesi advokat (PKPA); melaksanakan pengujian calon advokat; mengangkat advokat; membuat kode etik; membentuk Dewan Kehormatan; membentuk Komisi Pengawas; melakukan pengawasan; dan memberhentikan advokat.

 

Kedua, keberadaan organisasi-organisasi advokat di luar Peradi yang ada saat ini tidak dapat dilarang sebagai wujud kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD Tahun 1945. Hanya saja, organisasi advokat itu tidak berwenang menjalankan delapan kewenangan itu sebagaimana termuat juga dalam Putusan MK No. 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011.

 

Ketiga, khusus kewenangan penyumpahan atau pengangkatan advokat, di masa mendatang organisasi-organisasi advokat selain Peradi, harus segera menyesuaikan dengan organisasi Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang melekat delapan kewenangan termasuk kewenangan pengangkatan advokat. Penegasan MK ini tidak terlepas dari keinginan kuat untuk membangun marwah advokat sebagai profesi mulia (officium nobile) demi penguatan integritas, kompetensi, dan profesionalitas.

 

Sekjen Peradi kubu Fauzie Yusuf Hasibuan, Thomas E Tambubolon menegaskan Putusan MK No. 35/PUU-XVI/2018 itu meski putusan menolak, tapi meneguhkan Peradi sebagai satu-satunya wadah organisasi advokat (single bar) yang dimaksud UU Advokat sebagaimana putusan-putusan MK sebelumnya, khususnya Putusan MK No. 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006.

 

“Putusan MK No. 014 Tahun 2006 itu sudah tegas menyatakan dengan terbentuknya Peradi dengan 8 kewenangannya dalam kurun waktu 2 tahun, konstitusionalitasnya sebagai wadah satu-satunya organisasi advokat tidak bisa dipersoalkan lagi,” kata Thomas saat dihubungi, Sabtu (30/11/2019).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait