Pemerintah Luruskan Sejumlah Isu Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
Utama

Pemerintah Luruskan Sejumlah Isu Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Mulai tak menghapus syarat amdal dalam izin lingkungan; tidak mengurangi hak pesangon korban PHK dan pekerja kontrak; tak menghapus upah minimum, kecuali pekerjaan khusus seperti bidang ekonomi digital atau konsultansi; hingga tak menghapus syarat sertifikasi halal secara keseluruhan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Peraturan: BAS
Ilustrasi Peraturan: BAS

Pemerintah terus berupaya menuntaskan naskah akademik dan draft RUU Cipta Lapangan Kerja dalam waktu dekat. Tercatat per 24 Januari 2020 omnibus law Cipta Lapangan Kerja ini akan menyasar 81 UU. Rencananya, dalam waktu dekat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Hukum dan HAM akan menghadap Presiden Joko Widodo membahas perkembangan terbaru omnibus law dan rapat terbatas untuk penandatanganan naskah akademik dan draft RUU oleh Presiden Jokowi dan para menteri terkait.

 

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengatakan setelah diteken dan dikirim surat Presiden (Supres) ke DPR. Kemudian akan dilakukan pembahasan dalam sidang paripurna. “Baru akan dibahas ke publik. Jadi, dijamin (RUU, red) yang beredar (sekarang) tidak benar, karena masih ada di kami (draftnya, red),” kata Susiwijono sebagaimana dikutip laman ekon.go.id, Sabtu (25/1/2020) kemarin. Baca Juga: Omnibus Cipta Lapangan Kerja Ubah Konsep Perizinan

 

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono mengatakan prasyarat analisis dampak lingkungan (amdal) tetap ada dan masuk dalam izin berusaha, khususnya untuk usaha beresiko tinggi terhadap lingkungan (wajib perizinan).

 

Menurutnya, basis standar perizinan lingkungan tetap dipertahankan dalam mendukung masuknya investasi melalui RUU Cipta Lapangan Kerja. Hanya saja, Bambang menjelaskan konsep perizinannya berubah menjadi pendekatan bisnis berbasis resiko (risk based approach).

 

“UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tetap menjadi filosofi dan yurisdiksi yang diselaraskan tanpa mengubah prinsip lingkungan. Ini sesuai dengan prinsip reformasi birokrasi,” ujarnya.

 

Standar pengelolaan lingkungan

Dalam draft pertama naskah akademik RUU Cipta Lapangan Kerja, menyebutkan proses bisnis saat ini terkait kegiatan usaha yang wajib amdal atau upaya pengelolaan lingkungan hidup-upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL) butuh waktu dan biaya besar untuk menyelesaikan dokumen lingkungan itu. Selain prosesnya lama, UKL-UPL yang diterbitkan berdasarkan rekomendasi Menteri/Gubernur/Bupati atau Walikota tidak ada format acuan bagi pelaku usaha dalam menyelesaikan dokumen lingkungan tersebut.

 

Naskah akademik itu mengusulkan UKL-UPL diubah menjadi standar pengelolaan lingkungan (SPPL) dan prosesnya dapat dilakukan secara daring lewat OSS. Standar pengelolaan lingkungan berdasarkan resiko dampak terhadap lingkungan terdiri atas kategori penting, sedang, atau rendah. Usaha dengan dampak penting terhadap lingkungan butuh mekanisme penilaian (assessment) atas kajian kelayakan pengelolaan lingkungan hidup. Selanjutnya diikuti dengan persetujuan sampai terbitnya izin lingkungan.

Tags:

Berita Terkait