Sebagian Besar Rekomendasi BPKN Tak Direspons Pemerintah
Berita

Sebagian Besar Rekomendasi BPKN Tak Direspons Pemerintah

BPKN telah menerbitkan 190 rekomendasi. Ada pergeseran paradigma perlindungan konsumen.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Webinar media briefing BPKN berkaitan dengan laporan kinerja BPKN 2017-2020. Foto: BPKN
Webinar media briefing BPKN berkaitan dengan laporan kinerja BPKN 2017-2020. Foto: BPKN

Selama periode jabatan 2017-2020, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah menerbitkan dan mengirimkan 190 rekomendasi kepada Kementerian/Lembaga (K/L) berkaitan dengan masalah-masalah perlindungan konsumen. Misalnya rekomendasi mengenai perlunya petunjuk teknis restrukturisasi bagi debitur terdampak wabah Covid-19, rekomendasi tentang penanganan Covid-19, dan rekomendasi mengenai asuransi kepada Presiden.

Namun tidak semua rekomendasi itu direspons langsung atau ditindaklanjuti oleh K/L. Laporan Kinerja BPKN Periode IV (2017-2020) memperlihatkan hanya 39 rekomendasi yang ditanggapi langsung. Dengan kata lain, masih ada 151 rekomendasi yang belum direspons K/L. Anggota BPKN, Anna Maria Tri Anggraini, mengatakan ada dinamika dalam tindak lanjut rekomendasi BPKN. Tindak lanjut rekomendasi itu antara lain penerbitan regulasi sesuai saran BPKN.

BPKN tidak dapat berbuat banyak untuk ‘memaksa’ K/L patuh pada rekomendasi karena rekomendasi BPKN tidak bersifat mengikat. Menyampaikan rekomendasi lewat media diyakini sebagai salah satu cara mendorong K/L menjalankan rekomendasi. “Media berperan mendorong Pemerintah untuk menjalankan rekomendasi BPKN,” ujarnya dalam diskusi, Senin (10/8) kemarin.

Sesuai Pasal 33 dan 34 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, BPKN bertugas antara lain memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen; dan menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha. Tugas pokok dan fungsi BPKN lebih detil diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Sebagian besar rekomendasi itu berangkat dari persoalan yang dikeluhkan atau terjadi dalam masyarakat. Masalah yang diadukan pun beragam. Mulai dari urusan perumahan dan jasa keuangan hingga obat-obatan dan layanan kesehatan. Jumlah pengaduan masyarakat ke BPKN juga mengalami peningkatan. Data yang diperoleh hukumonline menunjukkan ada 217 pengaduan masyarakat pada tahun 2017; dan jumlahnya naik menjadi 580 setahun kemudian. Pada 2019, jumlah pengaduan kembali mengalami peningkatan menjadi 1.518. Pada semester pertama tahun 2020, pengaduan sudah mencapai 890 pengaduan.

Kenaikan jumlah pengaduan ini terkait dengan perluasan saluran pengaduan selain mendatangi langsung kantor BPKN. Menurut anggota BPKN, Rizal E. Halim, BPKN telah menjadi saluran pengaduan sebagai ajang sosialisasi, media berkomunikasi dengan masyarakat, dan corong untuk menyampaikan pengaduan atau keluhan atas pelanggaran hak-hak konsumen. “BPKN memperbanyak saluran pengaduan,” ujarnya di acara yang sama.

Pengaduan paling banyak menyangkut sektor perumahan, yakni sebesar 74,03 persen dari 3.269 total pengaduan yang masuk.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua BPKN Ardiansyah Parman, menjelaskan bahwa perkembangan teknologi, ditambah situasi pandemi Covid-19, telah mengubah paradigma perlindungan dan pelayanan konsumen. Yang paling jelas terlihat adalah terjadinya transformasi digital. Bisnis produsen dan konsumen kini banyak dijalankan melalui digital (digital economy). Kondisi pandemi selama lima bulan terakhir, yang berimbas pada penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ikut andil besar mendorong transformasi digital. Kini, orang lebih sering melakukan transaksi jual beli barang secara daring.

Transformasi digital itu, sedikit atau banyak, mempengaruhi aspek-aspek hukum perlindungan konsumen. Salah satu yang terasa, menurut Ardiansyah, adalah ketertinggalan rumusan perundang-undangan mengikuti perkembangan keadaan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen salah satunya. BPKN telah mengajukan gagasan perubahan UU Perlindungan Konsumen.

Wakil Ketua BPKN, Rolas B. Sitinjak, mengatakan revisi UU Perlindungan Konsumen sudah dibahas di internal pemerintah. Perubahan itu kemungkinan tidak akan dilakukan dalam waktu dekat karena RUU Perlindungan Konsumen ada dalam daftar antrian panjang program legislasi nasional. “Intinya, bola sudah di tangan DPR,” kata Wakil Ketua BPKN berlatar belakang profesi advokat itu.

Tags:

Berita Terkait