Pemerintah Siapkan Aturan Sanksi untuk Pajak Digital
Berita

Pemerintah Siapkan Aturan Sanksi untuk Pajak Digital

Aturan ini sedang digodok oleh Kementerian Keuangan.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Hukumonline menggelar webinar bertema Memahami Mekanisme Perpajakan e-Commerce berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2020, Kamis (27/8). Foto: RES
Hukumonline menggelar webinar bertema Memahami Mekanisme Perpajakan e-Commerce berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2020, Kamis (27/8). Foto: RES

Pengenaan pajak digital berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) resmi berlaku sejak Agustus ini. Dasar hukum pemungutan PPN untuk jenis produk digital diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.48 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik (Pajak Digital).

Selain itu, sebagai aturan turunan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.12 Tahun 2020 tentang Batasan Kriteria Tertentu Pemungut Serta Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Dalam Perdirjen Pajak 12/2020, diatur tentang penunjukan pemungut pajak digital, baik untuk pelaku usaha dalam negeri maupun luar negeri. Perdirjen Pajak tersebut juga mengatur kriteria-kriteria pemungut PMSE sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Perdirjen Pajak 12/2020.

Berdasarkan pasal tersebut, pelaku usaha e-commerce yang dalam kurun waktu dua belas bulan memiliki nilai transaksi penjualan produk digital kepada pembeli di Indonesia melebihi Rp600 juta dalam satu tahun atau Rp50 juta dalam satu bulan, atau memiliki jumlah traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12 ribu dalam satu tahun atau seribu dalam satu bulan dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak pertambahan nilai.

Dengan kriteria tersebut di atas maka penunjukan pemungut PPN didasarkan semata-mata atas besaran nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia, atau jumlah traffic atau pengakses dari Indonesia tanpa memandang domisili atau yurisdiksi tempat kedudukan pelaku usaha. (Baca Juga: Melihat Upaya Pemerintah dalam Optimalisasi Penerimaan Pajak)  

Namun bagaimana jika ada pemungut pajak digital yang melanggar aturan, misalnya dengan sengaja tidak menyetorkan PPN yang sudah ditarik dari konsumen? Dua regulasi tersebut, baik PMK 48/2020 maupun Perdirjen Pajak 12/2020 belum mengatur sanksi bagi pihak-pihak yang tidak patuh terhadap regulasi.

Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan Jasa dan PTLL Direktorat Jenderal Pajak I, Bonarsius Sipayung membenarkan bahwa saat ini belum ada regulasi yang mengatur sanksi terkait penarikan PPN di sektor pajak digital. Namun rupanya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menggodok aturan terbaru terkait hal tersebut.

Tags:

Berita Terkait