Dirugikan Putusan MK, Debt Collector Uji Aturan Eksekusi Jaminan Fidusia
Utama

Dirugikan Putusan MK, Debt Collector Uji Aturan Eksekusi Jaminan Fidusia

Pemohon meminta MK menyatakan pasal yang diujikan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia), Rabu (30/9/2020) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 79/PUU-XVIII/2020 ini digelar secara virtual. Permohonan ini diajukan Joshua Michael Djami, karyawan perusahaan finance dengan jabatan Kolektor Internal yang telah memiliki sertifikasi profesi di bidang penagihan.

Materi yang diuji Pemohon yakni Pasal 15 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU Jaminan Fidusia. Sedangkan pasal batu uji yaitu Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28J ayat (2) UUD Tahun 1945. Pasal 15 ayat (2) UU Fidusia menyebutkan, “Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU Jaminan Fidusia menyebutkan, “Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan ‘kekuatan eksekutorial’ adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.”

Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Almas Rioga Pratama selaku kuasa hukum Pemohon menilai ketentuan eksekusi fidusia yang diatur Pasal 15 UU Jaminan Fidusia sebagaimana berlaku saat ini, telah mengakibatkan tiadanya perlindungan hukum yang adil sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

“Hal ini disebabkan adanya kedudukan yang lebih berat pada satu pihak, dimana kreditur harus membawa perkara ini ke pengadilan, sementara debitur tidak harus membawa perkara ini ke pengadilan,” ujar Almas Rioga dalam persidangan sebagaimana dikutip laman MK. (Baca Juga: MK: Eksekusi Jaminan Fidusia untuk Menghindari Kesewenangan Kreditur)

Menurut dia, ketentuan eksekusi fidusia bertentangan dengan prinsip negara hukum karena memberi celah bagi debitur untuk mengulur waktu melarikan barang, sehingga memberi ruang terjadinya kejahatan. Selain itu, keberlakuannya saat ini telah menghancurkan lahan profesi (collector dan financing) yang legal dan diakui oleh MK sendiri dalam Putusan MK No. 19/PUU-XVIII/2020. Hal tersebut mengakibatkan hilangnya pendapatan dan penghidupan yang layak bagi Pemohon.

Bagi Pemohon, ketidakseimbangan hak yang menjadi berat ke debitur karena dalam perjanjian dituliskan syarat wanprestasi debitur tetap bisa mengelak dengan mengatakan tiada syarat wanprestasi, sehingga harus dibuktikan ke pengadilan. Akibatnya, kreditur yang beritikad baik yang sudah sesuai prosedur tetap saja terjegal dan tidak mendapatkan perlindungan hukum yang adil.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait