Ini Potensi Pelanggaran Persaingan Usaha di Era Digital
Utama

Ini Potensi Pelanggaran Persaingan Usaha di Era Digital

Platform digital memunculkan tantangan, tak hanya terkait perlindungan data pribadi tetapi juga persaingan usaha.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Hukumonline menggelar webinar dengan mengangkat tema Persaingan Usaha Ekonomi Digital: Peluang dan Tantangan Investasi di Indonesia, Selasa (19/1). Foto: RES
Hukumonline menggelar webinar dengan mengangkat tema Persaingan Usaha Ekonomi Digital: Peluang dan Tantangan Investasi di Indonesia, Selasa (19/1). Foto: RES

Pelanggaran persaingan usaha yang sehat selalu berpotensi muncul pada struktur pasar, termasuk pasar digital. Saat ini, pasar digital hadir memberikan kemudahan bagi konsumen dan berkembang cukup pesat di Indonesia.

Menurut Ketua Umum Indonesian Competition Lawyers Association (ICLA), Asep Ridwan, platform digital tidak hanya memberikan banyak manfaat kepada masyarakat, tetapi juga mempunyai kendali signifikan atas data konsumen. Hal ini banyak sekali menimbulkan tantangan. Tidak hanya tantangan terkait perlindungan data pribadi, tetapi juga persaingan usaha.

Meningkatnya keunggulan ekonomi digital telah menarik perhatian pemerintah dan otoritas persaingan karena persaingan di pasar digital sangat berbeda dengan persaingan di pasar tradisional (offline market). Pasar digital sering menyertakan beberapa fitur utama (seperti model bisnis berbasis platform, pasar multi-sided, network effect) yang membuat masalah persaingan usaha menjadi semakin kompleks.

Maka penentuan pasar bersangkutan merupakan proses penting sebelum melakukan analisis hukum persaingan. Pasar bersangkutan berkaitan dengan jangkauan/daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang/jasa yang sama/sejenis/substitusi. Era digital memberikan tantangan baru terhadap proses pendefinisian pasar bersangkutan.

Otoritas dihadapkan dengan perilaku konsumen yang baru, pasar multi-sided dimana ia menawarkan layanan gratis untuk memaksimalkan pengumpulan data milik pengguna disatu pasar, kemudian ia monetisasi di pasar lain seperti pasar periklanan, dan perusahaan teknologi kecil yang memiliki akses/penguasaan terhadap jumlah data yang besar. (Baca: Terbukti Monopoli, Perusahaan Semen Ini Didenda KPPU Rp22 Miliar)

“Di era digital, pertama definisi pelaku usaha harus diperluas, sekarang dalam UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih agak sempit. Mendefinisikan pasar bersangkutan tidak hanya mempertimbangkan monetary transaction, tetapi juga data flows yang terjadi,” kata Asep dalam Webinar Hukumonline “Persaingan Usaha Ekonomi Digital: Peluang dan Tantangan Investasi di Indonesia”, Selasa (20/1).

Asep menyebut bahwa otoritas persaingan mulai menggunakan kriteria tambahan dalam menentukan pasar bersangkutan di sektor digital. Contoh, Jerman telah merevisi UU persaingannya tahun 2017 untuk dapat menangkap fitur baru ekonomi digital menjadikan produk/layanan gratis yang disediakan platform sebagai satu pasar.

Tags:

Berita Terkait