Pemerintah Siapkan Perpres Integrasi Data Keuangan
Terbaru

Pemerintah Siapkan Perpres Integrasi Data Keuangan

Sejalan dengan Perpres No.39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Hingga Desember 2020 jumlah penduduk Indonesia mencapai 271.349.889 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang besar, selayaknya akan berbanding lurus dengan jumlah Wajib Pajak (WP) dan penerimaan negara. Ternyata, tax ratio Indonesia terus mengalami penurunan sejak 2013 lalu, dan tax ratio terendah terjadi pada 2020 sebesar 8,3 persen akibat pandemi Covid-19.

Salah satu upaya pemerintah untuk menaikkan rasio pajak dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan. Dalam perwujudan optimalisasi penerimaan tersebut diperlukan adanya sebuah transparansi perpajakan. Konsep transparansi Pajak di Indonesia lahir tahun 1965, di mana Presiden Soekarno mengeluarkan Perpu No 2 Tahun 1965 tentang Kebijakan Penerimaan Negara Tahun 1966. Perpu 2/1965 ini mengatur mengenai peniadaan rahasia bagi aparat pajak.  

Konsep tersebut dibangun kembali secara lebih modern dengan menggunakan IT dengan nama Single Identity Number (SIN) Pajak sejak 2001 melalui Grand Strategy Direktorat Jenderal Pajak (DJP), disusul dengan Kepber Pemerintah dan DPR pada 16 Juli 2001 yang kemudian dituangkan dalam UU No 19 Tahun 2001 tentang APBN 2001. Hasilnya adalah tax ratio Indonesia mengalami peningkatan sampai dengan lebih dari 12%. Pada tahun 2004 tercatat tax ratio Indonesia sebesar 12,3% dan tahun 2005 tax ratio Indonesia mencapai 12,5%.

Namun, SIN tidak berjalan dengan baik dan mendapatkan banyak kendala hingga diterbitkannya UU No 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan. Di dalam Pasal 35A yang memberikan pengaturan bahwa adanya kewajiban semua pihak baik pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak lain wajib untuk saling membuka data non rahasia baik yang finansial/non finansial dan interkoneksi dengan sistem perpajakan DJP.

UU ini memberikan jawaban kurang berfungsinya Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, Simplifikasi (KISS), dan berhasil menghapus beberapa ketentuan kerahasiaan, meskipun belum seluruh UU yang terdapat pengaturan mengenai kerahasiaan. (Baca: Menimbang Potensi dan Tantangan Penerapan Pajak Digital di Tengah Pandemi)

Hingga akhirnya Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu No 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, yang mengatur secara khusus mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dalam rangka memenuhi komitmen AEOI yang kemudian pada Agustus 2017 disahkan oleh lembaga legislatif melalui UU No 9 Tahun 2017 tentang tentang Penetapan Peppu No 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang. UU ini menggugurkan ketentuan kerahasiaan dalam beberapa UU yang belum dapat dihapuskan oleh UU 28/2007.

Untuk membangun SIN diperlukan akses data yang luas, terintegrasi dan menyeluruh. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa sejak 2012 DJP sudah melakukan penggalian potensi perpajakan lewat akses data antar instansi, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya (ILAP). Hingga saat ini 69 ILAP sudah memberikan 337 jenis data baik berupa data transaksi, perizinan, maupun data yang bersifat non transaksional, termasuk data WNI yang berada di luar negeri lewat AEOI.

Tags:

Berita Terkait