Pasal Amnesti dalam UU KKR Dianggap Melanggar HAM
Berita

Pasal Amnesti dalam UU KKR Dianggap Melanggar HAM

Gaung Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi seolah hilang begitu saja. Inilah salah satu wajah Undang-Undang yang tidak berjalan efektif. Sejumlah kalangan menggugat konstitusionalitasnya.

CRR
Bacaan 2 Menit
Pasal Amnesti dalam UU KKR Dianggap Melanggar HAM
Hukumonline

 

Dalam pandangan TAKK, pasal 27 menempatkan korban dalam posisi yang tidak menguntungkan karena korban sulit memberikan keputusannya secara bebas. Mau tidak mau korban harus menerima apapun pengakuan pelaku, kemudian memberikan maaf dan berharap agar maafnya tersebut dapat membantu pelaku mendapatkan  amnesti. Kewenangan memberikan amnesti itu, sesuai rumusan pasal 1 angka (9), ada di tangan Presiden, dengan memperhatikan pandangan DPR.

 

Pasal itu kami pandang sebagai hal yang diskriminatif dan melanggar prinsip-prinsip HAM karena hak atas pemulihan kompensasi dan rehabilitasimerupakan hak yang melekat pada korban  terlepas apakah pelakunya dapat amnesti atau tidak, Taufik menjelaskan.

 

Begitu juga rumusan pasal 44 yang memungkinkan pelanggaran HAM berat tidak dibawa ke meja hijau. KKR, kata Taufik, tidak boleh menjadi substitusi dari lembaga peradilan. Kalaupun bisa, kedua hanya bisa berjalan paralel. Bila dijadikan subtitusi pengadilan, korban akan sulit mendapatkan keadilan dan akses terhadap keadilan itu sendiri (right to acces to justice).

Gugatan itu datang dari sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebenaran dan Keadilan (TAKK). Gabungan sejumlah lembaga swadaya masyarakat ini, Selasa kemarin (28/3) mendatangi Mahkamah Konstitusi. Mereka mendaftarkan permohonan pengujian Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

 

Sejak diundangkan 6 Oktober 2004, di masa pemerintahan Megawati, Undang-Undang KKR nyaris tak menunjukkan taringnya dalam menyelesaikan kejahatan masa lalu atau masalah-masalah hak asasi manusia. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dibentuk atas perintah Undang-Undang ini pun seolah hilang tak tentu rimba. Bisa jadi, banyak orang yang sudah melupakannya.

 

Untunglah, kini TAKK mengingatkan kembali memori masyarakat tentang KKR. Walaupun dengan cara mengajukan judicial review terhadap tiga pasal dari Undang-Undang KKR.

 

Menurut Taufik Basari, koordinator koalisi, pihaknya mempersoalkan pasal 27, pasal 44, dan pasal 1 angka (9). Ketiga pasal itu dianggap diskriminatif dan melanggar HAM.

 

Pasal 27 misalnya mengatur kompensasi dan rehabilitasi dapat diberikan apabila permohonan amnesti dikabulkan. Dikatakan Taufik, ketentuan ini melanggar prinsip hukum yang diatur dalam Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Victim of Gross Violations of International Human Rightss Law and Serious Violations of International Humanitarian Law. Juga bertentangan dengan Konvensi Menentang Penyiksaan, Konvensi Anti Diskrimasi Rasial,  Konvensi Hak Anak, Kumpulan Prinsip untuk Melindungi dan Memajukan HAM Melalui Aksi Memerangi Impunity, serta Yurisprudensi Mahkamah Internasional.

Halaman Selanjutnya:
Tags: