DPR dan KY Mesti Samakan Komitmen
Seleksi Hakim Agung

DPR dan KY Mesti Samakan Komitmen

Agar seleksi hakim agung tak berlarut-larut, dibutuhkan komitmen bersama antara DPR dan Komisi Yudisial

CRP
Bacaan 2 Menit
DPR dan KY Mesti Samakan Komitmen
Hukumonline

 

Jika proses tidak dilanjutkan oleh DPR,  6 kursi hakim agung yang dibutuhkan MA terancam kosong melompong. Sementara jumlah perkara terus bertambah dan menumpuk, sebuah masalah klise di puncak peradilan itu. Lebih lagi, beberapa hakim agung juga sudah hampir mendekati masa pensiun. Sehingga penambahan hakim agung tersebut mutlak dilakukan.

 

Menengok hasil wawancara, kualitas pengetahuan hukum calon hakim masih jauh api dari sekam. naga-naganya, jumlah calon yang diajukan KY tak mencukupi kuantitas yang diharapkan. DPR dan KY mesti membuat komitmen untuk menciptakan hakim-hakim berkualitas bagi Mahkamah Agung (MA). Khusus untuk DPR, pemilihan melalui uji kelayakan dan kepatutan sedapat mungkin dijauhkan dari pendekatan prosedural dan politis semata. Beberapa usulan tersebut dikemukakan oleh Koalisi Pemantau Peradilan di Jakarta, Rabu (16/5).

 

Ronald Rofiandri, peneliti Pusat Studi hukum dan Kebijakan (PSHK), menilai DPR terlalu mengedepankan aspek prosedural. Menurutnya, jika  DPR benar-benar berkomitmen menyaring hakim berintegritas tinggi, mestinya DPR langsung  melanjutkan uji kelayakan dan kepatutatn. Terlepas berapapun jumlah nama yang diserahkan oleh KY. Ketentuan Undang-undang sebaiknya jangan dijadikan sandaran utama.  DPR, masih menurut Ronald, harus melihat kondisi obyektif, bukan malah mengutamakan aspek prosedural. Kondisi obyektif yang dimaksud adalah kesulitan menemukan hakim agung yang benar-benar berkualitas. Jika memang KY sulit menemukan calon berkualitas,  DPR sebaiknya tidak menjadikan hal itu sebagai hambatan melakukan fit and proper test, ujarnya.

 

Sementara koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengkhawatirkan masih kuatnya pimpinan MA dalam menentukan perilaku hakim-hakim agung di MA. Bisa jadi, ujar Emerson,  dalam proses fit&proper test di DPR nanti ada kompromi politik antara MA dan DPR yang berujung pada terjegalnya calon-calon di luar usulan MA. Emerson mengharapkan DPR agar sepakat berkomitmen dengan KY bahwa kedua lembaga itu sama-sama berburu hakim-hakim berkualitas.

 

Sesuai lembaga yang membutuhkan,  kata Gayus, DPR kemungkinan tetap akan memprioritaskan pada calon hakim agung jalur karier. Sebab, menurut Gayus, ketentuan Undang-undang tentang Mahkamah Agung dan  UU tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim agung non karier sifatnya bukan wajib, tetapi hanya dimungkinkan bila hakim karier tidak mencukupi. Masa dari sekian ratus hakim tinggi, mencari 12 orang saja kesulitan? ujar Gayus.

 

Sulitnya menjaring hakim berkualitas sudah menjadi masalah utama KY. Sistem satu pintu  dari MA dalam menjaring hakim karier, membuat hakim-hakim lain yang sejatinya berkualitas enggan  mengikuti seleksi lantaran tidak diusulkan  MA.  Sehingga  jika mereka berinisiatif mendaftar seleksi lalu gagal, ada ketakutan karier mereka terganjal akibat dianggap membangkang.

 

Hal itulah yang ditengarai Emerson sebagai sebab kenapa kualitas hakim karier yang mengikuti seleksi hingga wawancara ternyata memiliki kapasitas jauh dari cukup. Banyak orang yang sebenarnya punya kemampuan lebih, berkualitas mumpuni dan berintegitas moral tinggi, malah enggan mendaftar.

 

Di tempat terpisah, budaya feodalisitik di lingkungan MA ini juga diakui oleh Komisioner KY Irawady Joenes. Dia mengungkapkan, dalam pendaftaran lowongan hakim agung kali ini,  KY sudah melakukan sistem jemput bola. Artinya, KY dalam melakukan perekrutan tak melulu menunggu pendaftar dan usulan MA, tapi juga secara aktif menawari hakim-hakim yang dinilai berkualitas. Hal ini untuk mengimbangi peserta seleksi hakim agung yang diusulkan oleh MA dengan membuka kesempatan seluas mungkin. Sayangnya, masih menurut Irawady, banyak hakim-hakim karier itu sungkan mengikuti seleksi lantaran mereka tidak diusulkan oleh MA. Sayangnya lagi, MA kurang setuju dengan pembukaan pintu bagi hakim karier non usulan MA tersebut.

 

Sementara itu, untuk menghindari kesulitan di DPR, Arsil dari LeIP menekankan perlunya KY mengirim nama jumlah calon sebanyak kelipatan angka tiga. Harus diperhatikan jangan sampai hanya karena masalah prosedur, angka perhitungan tiga calon untuk satu hakim agung menjadi ganjalan di DPR, ujarnya.

 

Seleksi wawancara hakim agung di Komisi Yudisial (KY) sudah kelar Selasa (15/5). Ini tahapan terakhir yang dilakukan KY sebelum hasilnya nanti menyerahkan nama calon kepada DPR. Belum jelas berapa calon yang akan diajukan KY ke DPR.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, MA membutuhkan enam hakim agung.  UU Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Pasal 18 ayat (5) menyebutkan, KY menetapkan dan mengajukan tiga nama calon hakim agung kepada DPR untuk setiap satu lowongan hakim agung. Selama ini pihak KY bersikeras bahwa prioritas mereka menyeleksi calon hakim agung didasarkan pada kualitas calon. Itu sebabnya pada seleksi  tahun lalu KY hanya berhasil menyerahkan enam dari 18 nama yang seharusnya diserahkan pada DPR. Jika nanti berdasar pertimbangan kualitas  KY hanya mampu menyerahkan nama ke DPR kurang dari ketentuan Undang-undang, kemungkinan DPR akan menolak lalu  meminta KY melengkapi lagi kuota.

 

Aanggota Komisi III DPR RI, Gayus Lumbuun mengatakan jika calon yang diserahkan KY belum memenuhi kuota sebagaimana diatur dalam UU, maka kemungkinan besar proses  uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) masih belum bisa diteruskan. Kemungkinan nama-nama akan disimpan lagi sampai dipenuhi kuota 18 calon, ujarnya.

 

Gayus juga menyayangkan metode yang dipakai KY. Sebab hingga menjelang berakhir proses seleksi baru muncul permasalahan sejumlah calon yang lemah kapasitas pengetahuan hukumnya. Yang dicari dalam seleksi ini adalah hakim agung yang berintegritas dan bermoral tinggi, bukan seorang ahli hukum, kata Gayus.

Tags: