Deadlock Telah Berlalu
RUU Cukai

Deadlock Telah Berlalu

Meski pembahasan soal pasal pelunasan sudah cair. Namun, pemerintah dan Pansus RUU Cukai belum menyentuh pembahasan soal perimbangan daerah dan besaran tarif.

Ycb
Bacaan 2 Menit
<i>Deadlock</i> Telah Berlalu
Hukumonline

 

Anna juga mengingatkan, jenis-jenis barang mewah ini agar dimasukkan ke RUU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (RUU PPN). Kalau tidak dikenai cukai, biar kena PPnBM, imbuh Anna yang dari Fraksi Kebangkitan Bangsa ini (FKB).

 

Pasal tentang pembuatan pita juga sudah selaras dengan keinginan berbagai pihak. Anna menjelaskan, produksi pita cukai dilakukan oleh sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selama ini yang melakukannya adalah Perum Peruri. Selanjutnya, Peruri bisa menggandeng mitra swasta. Anna belum bisa memastikan keikutsertaan swasta asing.

 

Uniknya, Anna menerangkan pengadaan pita oleh mitra Peruri dengan penunjukan langsung. Ini tentunya bertolak belakang dengan posisi RUU setahun silam, yang mewajibkan tender. Pengadaan pita bukan monopoli, tapi juga dipertimbangkan efisiensi dan kontinuitas serta security printing. Yang penting, tetap mengedepankan transparansi, ujar Anna.

 

Masalah imbalan premi bagi petugas cukai yang berhasil memenuhi target juga sudah lama diketok. Termasuk punishment jika dia lalai. Ini juga berlaku bagi wajib cukai dan petugas cukai, ungkap Anna.

 

Menurut Anna, RUU Cukai agak berbeda dengan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). RUU KUP menjerat petugas yang lalai dengan sanksi pidana. Sedangkan RUU Cukai menyerahkan pengaturan tingkah pemungut cukai dengan kode etik.

 

Belum Sepakat

Meski beberapa hal sudah disetujui, rupanya masih ada beberapa hal yang belum disetujui. Misalnya, pengenaan tarif. Saya tidak bisa bicara banyak soal tarif ini. Masih berlanjut pembahasannya. Sabar yah, Rabu minggu depan akan kami lanjutkan pembahasan, tukas Anna.

 

Anna juga enggan mengomentari perimbangan daerah. Kami masih menyerap aspirasi daerah soal bagi hasil cukai, tuturnya. Anna sadar, banyak kota yang hingga kini menyangga pendapatan cukai. Terutama, kota penghasil rokok seperti Kediri, Malang, dan Kudus. Soal persentasi bagi hasilnya, Anna belum menemukan angka tepatnya.

 

Sayang, pihak eksekutif justru pelit bicara. Nanti deh kalau sudah selesai, tutur Kepala BKF Anggito Abimanyu, sambil terburu meninggalkan ruang rapat.  Kubu DJBC pun setali tiga uang. Kalau RUU Cukai, saya no comment deh, tukas Direktur Cukai Frans Rupang. Bahkan, Dirjen Anwar Suprijadi kunci mulut.

 

Frans menegaskan, hingga kini target penerimaan cukai tetap terpenuhi. Sampai Mei, rerata penerimaan bulanan Rp3 triliun, ungkapnya. Hingga akhir tahun, DJBC ketiban target menyetor pendapatan sekitar Rp40 triliun. Menurut Frans, angka cukai cenderung melejit pada momen Lebaran.

Baik Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menempuh langkah maju dalam membahas Rancangan Undang-Undang Cukai (RUU Cukai). Kamis siang (28/6), kedua pihak berhasil mengambil beberapa poin kesepakatan. Padahal, kemarin, pembahasan RUU ini mentok lantaran deadlock.

 

Kubu eksekutif diwakili dari kalangan Departemen Keuangan (Depkeu), yakni Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Anggito Abimanyu dan jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Sedangkan legislator diwakili oleh Panitia Khusus RUU Cukai (Pansus).

 

Kedua pihak sepakat, jangka waktu pelunasan sesuai draft, yakni 90 hari. Sebelumnya, berkembang usulan percepatan pelunasan menjadi 60 hari. Inilah yang menjadi penyebab jalan buntu. Biar lebih jelas, memang ada keluhan kalau 60 hari, banyak industri kecil yang kesusahan, terang Ketua Pansus Anna Mu'awanah, seusai rapat tertutup tersebut.

 

Sementara itu, detailing objek cukai dalam batang tubuh hanya diatur kriterianya. Kalau merinci jenis barang-barangnya, takutnya cepat berubah lantaran perkembangan yang dinamis, sambung Anna, yang dari Komisi XI (Bidang Perbankan, Keuangan, dan Anggaran Negara).

 

Kriteria yang dimaksud antara lain, barang yang konsumsinya perlu dikendalikan dan diawasi. Kedua, barang yang berpengaruh pada kerusakan lingkungan hidup. Lebih lanjutnya, akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), yang akan dilaksanakan oleh Menteri Keuangan sebagai pemegang fiscal policy, sambung Anna.

Tags: