Lantas siapa saja pihak ketiga yang diduga menerima dana dari Yayasan? Ada sejumlah nama yang tercantum dalam dokumen yang diperlihatkan kepada hukumonline. Mulai dari Bank Duta hingga Kelompok Usaha Kosgoro.
Tanggal | Jumlah Dana | Penerima |
22/9/1990 | AS$125 juta | Bank Duta |
25/9/1990 | AS$19, 959 juta | Bank Duta |
26/9/1990 | AS$275, 043 juta | Bank Duta |
23/9/1989 dan 12/10/1997 | Rp13, 175 miliar | Sempati Air |
13/10/1995 | Rp150 miliar | Kiani Sakti dan Kiani Lestari |
.../12/82 dan .../5/2003 | Rp12,744 miliar | PT Kalhold Utama, PT Essam Timber, dan PT Tanjung Redep |
28/12/1993 | Rp10 miliar | Kelompok Usaha Kosgoro |
Dachmer menjelaskan gugatan perdata ini hanya terfokus pada pengembalian dana kepada negara saja. Hal ini juga diamini Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Alex Sato Bya. Uang negara 1,5 triliun itu harus kembali, ujarnya.
Mengenai pertanggungjawaban pihak yang menerima penyelewengan, Dachmer mengaku tidak mengusut sampai ke sana. Pertanggungjawaban dipegang yayasan. Kami tidak mau tahu uang tersebut diserahkan kemana. Yang penting itu merupakan kesalahan yayasan, ujarnya.
Bila nanti dipermasalahkan penerima dana, dan kemudian ternyata yang menerima dana tersebut sangat banyak, bisa mati saya, ujar Dachmer. Masalah nanti yayasan akan menarik orang-orang yang menerima ini untuk tanggung renteng, itu urusan dia, tandasrnya. Meski ngotot membawa kasus ini ke jalur hukum, Dachmer mengaku membuka upaya negosiasi dalam sidang pertama yang mengagendakan mediasi tersebut. Namun ia mensyaratkan ganti rugi materil merupakan harga mati. Ganti rugi immaterilnya bisa dinegosiasikan. Kalau bicara negosiasi tidak ada harga mati. Ada proses tawar menawar, jelasnya.
Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho mengaku pesimis pihak pengadilan akan memenangkan pihak Kejagung. Alasannya, pertama kita belum mempunyai kisah sukses dari Kejagung memenangi kasus-kasus perdata yang besar, ujarnya.
Alasan kedua menurut Emerson adalah disidangkannya perkara ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bukan rahasia umum lagi PN Jaksel merupakan kuburan bagi Kejagung, dimana banyak kasus-kasus korupsi besar yang membebaskan koruptor di PN Jaksel.
Kekhawatiran Emerson bukan tidak disadari Dachmer. Kejaksaan, kata dia, tidak akan melakukan lobi untuk menentukan siapa hakim yang menyidangkan. Kami berharap hakim bersikap objektif dalam menilai dan memeriksa perkara ini, ujarnya.
Sesuai janji yang dilontarkan sebelumnya, Tim Jaksa Pengacara Negara dipimpin Dachmer Munthe mendaftarkan gugatan perdata terhadap Yayasan Supersemar ke PN Jakarta Selatan, Senin (09/7). Dengan pendaftaran ini, Kejaksaan Agung membuka kembali upaya memburu harta kekayaan mantan Presiden Soeharto.
Dachmer Munthe mengatakan kualifikasi gugatan perdata yang didaftarkan Kejaksaan adalah perbuatan melawan hukum. Kejaksaan mengajukan gugatan ganti rugi materil sebesar Rp1,5 triliun dan immateril Rp10 triliun.
Dachmer menjelaskan gugatan diajukan karena pengumpulan dana yang disalurkan kepada Yayasan Supersemar tidak sesuai dengan peruntukan. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan No. 333/KMK.011/1978 (KMK) dan Pasal 3 ayat (3) Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, dana yang terkumpul di kas Yayasan seharusnya digunakan untuk pendidikan. Tetapi kuat dugaan sebagian dana Yayasan justeru diberikan kepada pihak lain yang bukan untuk kepentingan pendidikan.
Dachmer mengatakan pengumpulan dana ke Yayasan Supersemar mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Laba Bersih Bank-Bank Milik Negara. PP ini menentukan bahwa 5 persen dari laba bersih bank-bank pemerintah, separuhnya disalurkan ke Yayasan Supersemar.
Selain itu, Yayasan Supersemar juga telah menghimpun dana dari masyarakat melalui beberapa perusahaan dan perorangan. Yang bisa saya buktikan total semuanya (dari Bank dan masyarakay,-red) 420 juta AS Dollar dan Rp184 miliar, jelas Dachmer. Kuasa hukum Yayasan Supersemar O C Kaligis tidak bisa dihubungi hingga Senin malam.