Saat ini saya sudah 2 tahun resign dari perusahaan. Saya dulu bekerja di bagian order pakan sekaligus finance accounting divisi pakan. Perusahaan mengalami kerugian dan berutang kepada pihak ketiga. Perusahaan lalu berniat menuntut saya karena saya yang melakukan order pakan. Padahal saya hanya menjalankan jobdesk. Apabila terjadi kerugian perusahaan, apakah karyawan wajib menanggung utang perusahaan? Saya sudah resign sejak 2 tahun yang lalu. Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Terkait kasus Anda, terdapat kemungkinan 2 upaya hukum yang diajukan oleh perusahaan kepada Anda yaitu tuntutan pidana dan gugatan perdata. Bagaimana penjelasan masing-masing upaya hukum dalam ranah pidana dan perdata tersebut? Bagaimana posisi Anda selaku karyawan yang hanya menjalankan jobdesk?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Menelisik pertanyaan Anda, tergambar bahwa ada potensi upaya hukum yang akan dilakukan perusahaan yaitu rencana menuntut Anda atas kerugian yang dialamii perusahaan, yang merupakan upaya hukum pidana. Selain itu, ada juga upaya hukum perdata yaitu rencana menggugat Anda untuk ikut menanggung utang. Oleh karena itu, kami akan mencoba menjelaskan dalam 2 ranah hukum, yaitu pidana dan perdata.
Sebelum kami menjawab pertanyaan Anda, berikut kami sampaikan penjelasan singkat mengenai asas tiada pidana tanpa kesalahan. Pasal 1 ayat (1) KUHP berbunyi:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
Moeljatno, dikutip oleh Romli Atmasasmita dalam buku Rekonstruksi Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan: Geen Straf Zonder Schuld (hal. 141) menyatakan asas tiada pidana tanpa kesalahan adalah orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana.
Terkait penerapan asas tiada pidana tanpa kesalahan, berikut kami sampaikan sebuah kasus yang cukup baik untuk menjadi referensi dari buku Hukum Pidana Dasar-Dasar Hukum Pidana Berdasarkan KUHP dan RUU KUHP oleh Sudaryono dan Natangsa Surbakti:
Arrest Air dan Susu, H.R. 14 Februari 1916
AB, pengusaha susu (veehouder) menyuruh me-lever susu kepada para pelanggan. Yang mengedarkan susu itu adalah D (pelayan). Pada suatu ketika, susu yang di-lever oleh D itu ternyata tidak murni (dicampur dengan air). D tidak tahu menahu tentang hal tersebut.
Pasal 303a dan 244 Peraturan Polisi Umum Amsterdam, Belanda melarang dan mengancam dengan pidana terhadap perbuatan tersebut.
AB dituntut dan dalam tingkat banding dijatuhi pidana, tetapi AB mengajukan kasasi. Alasan pengajuan kasasi adalah:
Rechtbank Amsterdam salah menerapkan Pasal 47 WvS Belanda (Pasal 55 KUHP), sebab telah memutus secara tidak benar, bahwa AB telah menyuruh-lakukan perbuatan yang dituduhkan, tanpa menyelidiki terlebih dahulu apakah pembuat materiil (D) tidak bertanggung jawab atas perbuatan itu.
Tidak menjadi persoalan apakah pembuat materiil dianggap tidak berhak untuk menyelidiki murni dan tidaknya susu yang disuruh melevernya.
Lebih-lebih Pasal 303a dan 344 tersebut mengancam dengan pidana barang siapa yang me-lever susu yang tidak murni tanpa memandang adanya kesalahan atau tidak.
Permohonan kasasi ditolak oleh Hoge Raad (H.R.), dan terhadap alasan yang disampaikan oleh AB; H.R. memberikan pertimbangan antara lain sebagai berikut:
Telah dinyatakan terbukti bahwa penuntut kasasi (AB) telah menyuruh pelayannya (D) untuk melever susu dengan “susu murni”, padahal dicampur dengan air, hal mana tidak diketahui oleh D.
Memang dalam pasal 303a tidak disebut dengan tegas bahwa orang yang melakukan perbuatan itu harus mempunyai kesalahan, akan tetapi ini tidak dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak mempunyai kesalahan sama sekali, peraturan itu diterapkan kepadanya.
Tidak ada suatu alasan pun, terutama dalam riwayat WvS yang memaksa untuk menganggap dalam hal unsur kesalahan tidak dicantumkan dalam rumusan delik, khususnya dalam pelanggaran, pembentuk undang-undang menyetujui sistem, orang yang berbuat harus dipidana yang terdapat dalam undang-undang, sekalipun ternyata tidak ada kesalahan sama sekali (taksi).
Untuk menerima sistem tersebut (dalam c), yang bertentangan dengan rasa keadilan dan asas “tiada pidana tanpa kesalahan”, yang juga dianut dalam hukum pidana kita, hal ini harus tegas-tegas ternyata dalam rumusan delik.
Dengan adanya Arrest Air dan Susu tersebut, “asas tiada pidana tanpa kesalahan” diakui dalam praktik peradilan, termasuk dalam hal tindak pidana pelanggaran.
Dari kasus “air dan susu” tersebut nampak jelas bahwa D selaku pelayan dari AB tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahan yang dilakukan AB selaku pengusaha susu. D hanya pelayan yang disuruh untuk melaksanakan tugasnya yaitu mengedarkan dan menyerahkan susu kepada para pelanggan, dan D tidak mengetahui mengenai perbuatan AB selaku pengusaha susu yang ternyata mencampur susu dengan air.
Kembali ke pertanyaan Anda, terkait perusahaan Anda yang berniat menuntut pidana Anda atas kerugian yang dialami perusahaan, padahal Anda menjalankan jobdesk terkait order pakan, maka perusahaan harus dapat membuktikan adanya kesalahan yang Anda lakukan pada saat Anda bekerja di bagian order pakan sekaligus finance accounting divisi pakan. Perusahaan harus membuktikan adanya kesalahan baik kesengajaan (opzet) maupun kelalaian (culpa) yang Anda lakukan yang mengakibatkan perusahaan merugi.
Di sisi lain, sepanjang Anda dapat membuktikan bahwa Anda melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab (jobdesk), dan sesuai dengan perintah kerja yang berasal dari atasan, kami berpendapat Anda tidak melakukan kesalahan secara pidana sehingga tidak dapat bertanggungjawab secara pidana karena adanya asas tiada pidana tanpa kesalahan.
Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
Sementara itu, apabila perusahaan berupaya melakukan upaya hukum perdata, kami mengasumsikan perusahaan akan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Selain Pasal 1365 KUH Perdata, pengusaha mungkin akan menggunakan Pasal 1366 KUH Perdata yang menyatakan:
Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.
Dengan demikian, terkait wajib menanggung utang perusahaan atau tidak, baik penerapan Pasal 1365 KUH Perdata maupun Pasal 1366 KUH Perdata sendiri, menurut hemat kami, perusahaan tetap harus membuktikan adanya kesalahan atau kelalaian atau kesembronoan yang Anda lakukan pada saat Anda bekerja di bagian order pakan sekaligus finance accounting divisi pakan.