Apa itu asas contrarius actus? Mohon pencerahannya.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Asas contrarius actus adalah asas yang menyatakan bahwa badan atau pejabat Tata Usaha Negara (“TUN”) yang menerbitkan Keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya.
Pencabutan maupun pembatalan suatu keputusan (beschikking) pun masih dapat diuji melalui jalur Pengadilan Tata Usaha Negara. Tanpa penegasan asas contrarius actus pun, setiap pejabat TUN ketika mengetahui Keputusan TUN yang diterbitkan bermasalah dapat memperbaiki atau membatalkan secara langsung tanpa harus menunggu pihak lain keberatan atau mengajukan gugatan.
Kemudian, jika terhadap Keputusan TUN diajukan permohonan pencabutannya ke Pengadilan TUN, kemudian hakim mengabulkan pencabutan Keputusan TUN, maka terhadap putusan Pengadilan TUN tersebut dapat diupayakan hukum pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi TUN. Bahkan terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan TUN atau Pengadilan Tinggi TUN dapat dimohonkan upaya hukum kasasi hingga upaya hukum peninjauan kembali (untuk putusan Pengadilan TUN atau Pengadilan Tinggi TUN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap) kepada Mahkamah Agung.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Arti Asas Contrarius Actus yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H.dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 28 Desember 2017.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Dalam hukum administrasi negara dikenal adanya asas contrarius actus yang artinya keadaan di mana suatu badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang mana dengan sendirinya, badan atau pejabat yang bersangkutan berwenang pula untuk membatalkannya.
Menurut Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, sebagaimana yang dikutip oleh M. Lutfi Chakim dalam “Contrarius Actus” yang diterbitkan dalam Majalah Mahkamah Konstitusi (hal. 78), asas contrarius actus adalah asas yang menyatakan badan atau pejabat TUN yang menerbitkan Keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya. Asas ini berlaku meskipun dalam keputusan TUN tersebut tidak ada klausula pengaman yang lazim. Apabila dikemudian hari ternyata ada kekeliruan atau kekhilafan, maka keputusan ini akan ditinjau kembali.
Lebih lanjut, M. Lutfi Chakim menjelaskan bahwa pada praktiknya, apabila sebuah Keputusan TUN terdapat kekeliruan administratif atau cacat yuridis yang berhak mencabut suatu Keputusan TUN adalah pejabat atau instansi yang mengeluarkan Keputusan TUN itu sendiri dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang lebih tinggi. Di samping itu, dalam proses pencabutan sebuah Keputusan TUN juga harus memperhatikan asas dan ketentuan yang berlaku, kecuali undang-undang dengan tegas melarang untuk mencabutnya.
Dengan demikian, singkatnya asas contrarius actus ini adalah asas yang menyatakan badan atau pejabat TUN yang menerbitkan Keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya.
Pencabutan atau Pembatalan Keputusan TUN
Seperti yang kami jelaskan, asas contrarius actus ini adalah asas mengenai pencabutan Keputusan TUN. Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU 51/2009, Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan TUNadalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Kemudian, orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan atas sebuah Keputusan TUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN dapat mengajukan gugatan tertulis ke Pengadilan TUN yang berisi tuntutan agar Keputusan TUN yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.[1] Kemudian, Pengadilan TUN akan memberikan putusan yang dapat berupa:[2]
gugatan ditolak;
gugatan dikabulkan;
gugatan tidak diterima;
gugatan gugur.
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh badan atau pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan TUN. Kewajiban tersebut berupa:[3]
pencabutan Keputusan TUN yang bersangkutan; atau
pencabutan Keputusan TUN yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan TUN yang baru; atau
penerbitan Keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 (apabila badan atau pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, yang mana dapat berupa penyamaan dengan Keputusan Tata Usaha Negara, dianggap telah menolak keputusan yang dimaksud, dan/atau dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan).[4]
Menjawab pertanyaan Anda, setiap pejabat TUN yang mengetahui ada masalah dalam suatu keputusan TUN yang diterbitkan, dapat memperbaiki atau membatalkan secara langsung tanpa harus menunggu pihak lain keberatan atau mengajukan gugatan.
Jika terhadap Keputusan TUN permohonan pencabutannya diajukan ke Pengadilan TUN, kemudian hakim mengabulkan pencabutan Keputusan TUN, maka terhadap putusan Pengadilan TUN tersebut dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi TUN.[5]
Bahkan terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan TUN atau Pengadilan Tinggi TUN dapat dimohonkan upaya hukum kasasi hingga upaya hukum peninjauan kembali (untuk putusan Pengadilan TUN atau Pengadilan Tinggi TUN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap) kepada Mahkamah Agung.[6]
Demikian jawaban dari kami seputar asas contrarius actus sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.