- Untuk menjawab pertanyaan pertama dan kedua, kami akan menguraikan sebagai berikut:
Pernikahan Warga Negara Indonesia (“WNI”) dengan Warga Negara Asing (“WNA”) atau yang disebut sebagai perkawinan campuran diatur dalam dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) yang berbunyi:
Perkawinan di Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-Undang ini.
Seperti yang pernah dijelaskan sebelumnya dalam artikel Menikah di Singapore, dari bunyi pasal di atas dapat kita ketahui bahwa pernikahan campuran yang dilangsungkan di luar negeri itu adalah sah. Selama para pihak telah melaksanakan pencatatan perkawinan di luar negeri sesuai hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan tersebut dilangsungkan, maka perkawinan adalah sah dengan segala akibat hukumnya. Akibat hukum di sini misalnya status mengenai anak, harta perkawinan, pewarisan, hak dan kewajiban suami-istri bila perkawinan berakhir karena perceraian dan/atau sebagainya. Namun, untuk sahnya perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri tersebut menurut hukum Indonesia harus dilakukan pencatatan dan pelaporan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia.
Menjawab pertanyaan Anda apakah ada keharusan untuk melaporkan perkawinan campuran yang dilangsungkan di luar negeri di catatan sipil Indonesia, maka kita berpedoman pada Pasal 56 ayat (2) UU Perkawinan yang berbunyi:
Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka.
Melihat dari bunyi Pasal 56 ayat (2) UU Perkawinan di atas dapat kita ketahui bahwa surat bukti perkawinan WNI dan WNA yang berlangsung di luar negeri itu harus didaftarkan/dicatat di Kantor Pencatatan Perkawinan satu tahun setelah suami isteri itu kembali ke wilayah Indonesia. Artinya, kewajiban pasangan perkawinan campuran tersebut untuk mencatatkan perkawinannya berlaku saat mereka kembali ke wilayah Indonesia. Jadi, tidak masalah apabila pasangan perkawinan campuran dalam cerita Anda saat ini menetap di luar negeri. Namun, saat mereka kembali ke wilayah Indonesia mereka harus mendaftarkan perkawinannya di kantor pencatatan perkawinan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.
Selain itu, mengenai perkawinan di luar negeri ini juga diatur dalam Pasal 38 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 96/2018”).
- Perkawinan WNI di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia setelah dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dengan memenuhi persyaratan:
- kutipan akta perkawinan dari negara setempat; dan
- Dokumen Perjalanan Republik Indonesia suami dan istri.
- Dalam hal negara setempat tidak menyelenggarakan pencatatan perkawinan bagi Orang Asing, pencatatan perkawinan WNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia dengan memenuhi persyaratan:
- surat keterangan telah terjadinya perkawinan dari pemuka agama atau penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; dan
- Dokumen Perjalanan Republik Indonesia suami dan istri.
Lebih lanjut diatur pada Pasal 39 Perpres 96/2018:
Perkawinan WNI di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 wajib dilaporkan ke Disdukcapil Kabupaten/ Kota atau UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota di tempat Penduduk berdomisili dengan memenuhi persyaratan:
- bukti pelaporan perkawinan dari Perwakilan Republik Indonesia; dan
- kutipan akta perkawinan.
Jadi pencatatan perkawinan bagi WNI di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan pada instansi yang berwenang di negara setempat. Dalam hal negara tersebut tidak menyelenggarakan pencatatan perkawinan bagi orang asing, pencatatan dilakukan oleh Perwakilan Republik Indonesia.
Kemudian, setelah WNI tersebut kembali ke Indonesia, WNI wajib melapor kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau Unit Pelaksana Teknis Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota di tempat Penduduk berdomisili dengan membawa bukti pelaporan/pencatatan perkawinan di luar negeri dan kutipan akta perkawinan.
- Untuk menjawab pertanyaan Anda tentang Dwi Kewarganegaraan, maka kita lihat dari asas-asas kewarganegaraan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (“UU Kewarganegaraan”). Di dalam Penjelasan Umum UU Kewarganegaraan disebutkan bahwa untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar, undang-undang ini memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli, dan campuran. Adapun asas-asas yang dianut dalam UU Kewarganegaraan adalah sebagai berikut:
- Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
- Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
- Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
- Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukankewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini
Lebih lanjut, dalam Penjelasan Umum UU Kewarganegaraan dikatakan bahwa pada dasarnya UU Kewarganegaraan tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam UU Kewarganegaraan merupakan suatu pengecualian. Jadi, benar yang Anda katakan bahwa hukum Indonesia tidak membolehkan warga negaranya berkewarganegaraan ganda.
Apabila seorang WNI kemudian diketahui mempunyai kewarganegaraan ganda, maka ia harus melepaskan salah satu kewarganegaraan yang ia miliki. Apabila ia tidak mau melepaskan salah satu kewarganegaraannya, maka sanksi yang didapatkan adalah kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 23 UU Kewarganegaraan yang berbunyi:
Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
- memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
- tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
- …;
- …;
- …;
- …;
- …;
- …; atau
- ….
Penjelasan lebih rinci mengenai status kewarganegaraan akibat perkawinan campuran dapat Anda simak dalam artikel kami yang berjudul Status Kewarganegaraan Akibat Perkawinan dengan WNA.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum: