Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Catat! Ini 2 Macam Upaya Hukum Perdata

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Catat! Ini 2 Macam Upaya Hukum Perdata

Catat! Ini 2 Macam Upaya Hukum Perdata
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Catat! Ini 2 Macam Upaya Hukum Perdata

PERTANYAAN

Mohon penjelasannya apa saja bentuk upaya hukum perdata baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sama seperti dalam hukum acara pidana, upaya hukum perdata terdiri dari upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.  Perlawanan (verzet), banding, kasasi merupakan contoh upaya hukum biasa. Sedangkan peninjauan Kembali dan perlawanan pihak ketiga (derden verzet) merupakan contoh upaya hukum luar biasa.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian Hukum Acara Perdata

    Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya hukum perdata.[1]

    KLINIK TERKAIT

    2 Macam Upaya Hukum Atas Putusan Pengadilan Perkara Pidana

    2 Macam Upaya Hukum Atas Putusan Pengadilan Perkara Pidana

    Sedangkan Soedikno Mertokusumo menuliskan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiel dengan perantaraan hakim atau peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiel. Konkretnya hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutus dan pelaksanaan daripada putusannya.[2]

    Di Indonesia, ketentuan hukum acara perdata masih menggunakan Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) atau Reglement tot Regeling van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (“Rbg”) yang dilengkapi dengan berbagai ketentuan yang tersebar dalam UU 48/2009 dan UU 14/1985 serta perubahannya. Sehingga dapat dikatakan hukum acara perdata diatur dalam berbagai peraturan yang terpisah.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Baca juga: Catat! Ini 10 Asas Hukum Acara Perdata

    Upaya Hukum Perdata

    Dalam suatu perkara yang sudah diputus oleh hakim, ada kalanya putusan tersebut tidak cukup memuaskan para pihak yang bersengketa baik pihak penggugat maupun tergugat. Oleh karenanya, pihak yang menolak putusan hakim dapat mengajukan upaya hukum perdata agar perkaranya diperiksa kembali.

    Menyambung pertanyaan Anda, terdapat 2 macam upaya hukum perdata yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Berikut ini kami jelaskan satu per satu upaya hukum perdata tersebut.[3]

    1. Upaya Hukum Biasa

    Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, wewenang untuk menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Upaya hukum biasa ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara.

    1. Perlawanan (Verzet)

    Verzet adalah upaya hukum perdata terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap putusan tanpa hadirnya pihak tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet diatur dalam Pasal 125 ayat (3) jo. Pasal 129 HIR dan Pasal 149 ayat (3) jo. Pasal 153 Rbg. Perlawanan ini pada prinsipnya disediakan bagi pihak tergugat yang dikalahkan.

    Tenggang waktu mengajukan verzet menurut Pasal 129 ayat (2) HIR:

      1. Perlawanan dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak pemberitahuan putusan verstek diterima tergugat.
      2. Jika putusan verstek itu tidak diberitahukan ke tergugat, perlawanan masih dapat diajukan sampai hari ke-8 setelah teguran untuk melaksanakan putusan verstek itu.
      3. Atau apabila tergugat tidak datang menghadap ketika ditegur, perlawanan tergugat dapat diajukan sampai hari ke–8 sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua dalam Pasal 197 HIR.

    Perlawanan terhadap putusan verstek diajukan seperti mengajukan surat gugatan biasa.[4] Ketika perlawanan telah diajukan maka tertundalah putusan verstek dijalankan.[5]

    Baca juga: Mengupas Hukum Acara Perdata

    1. Banding

    Upaya hukum banding adalah sebuah upaya dari salah satu pihak baik pihak penggugat atau tergugat yang tidak menerima suatu putusan pengadilan karena merasa hak-haknya terserang oleh akibat adanya putusan itu.

    Dasar hukum banding perdata tercantum dalam Pasal 199 Rbg, Pasal 6 UU 20/1947 dan Pasal 26 ayat (1) UU 48/2009, di mana yang dapat mengajukan permohonan banding adalah pihak yang bersangkutan.

    Banding harus diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan diucapkan, apabila para pihak hadir pada saat putusan diucapkan oleh majelis hakim, atau 14 hari sejak pemberitahuan putusan apabila para pihak tidak hadir saat putusan dibacakan.[6]

    Namun perlu dicatat, apabila putusan yang diucapkan itu di luar kehadiran tergugat (putusan verstek), maka tidak dapat dimohonkan banding, melainkan perlawanan (verzet).[7]

    Kemudian perlu diketahui, dalam permohonan banding, pembuatan memori banding tidaklah merupakan keharusan atau kewajiban. Yurisprudensi Putusan MA No. 39K/Sip/1973 tertanggal 11 September 1975 pun menyebutkan kaidah hukum memori banding dapat diajukan selama perkara belum diputus oleh Pengadilan Tinggi. Undang-undang tidak menentukan batas waktu untuk itu.

    1. Kasasi

    Kasasi adalah suatu upaya hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.[8]

    Tugas Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi adalah menguji putusan pengadilan sebelumnya tentang sudah tepat atau tidaknya penerapan hukum yang dilakukan terhadap kasus yang bersangkutan yang duduk perkaranya telah ditetapkan oleh pengadilan sebelumnya.

    Tenggang waktu untuk mengajukan kasasi adalah 14 hari sejak putusan atau penetapan Pengadilan Tinggi disampaikan kepada yang bersangkutan, serta 14 hari terhitung sejak menyatakan kasasi, pemohon wajib menyerahkan memori kasasi.[9]

    Berbeda dengan banding, memori banding bukanlah menjadi kewajiban bagi pemohon banding, akan tetapi dalam kasasi, memori kasasi adalah kewajiban bagi pemohon kasasi untuk diserahkan. Artinya, apabila memori kasasi itu tidak dibuat, permohonan kasasi akan ditolak.

    Untuk melakukan kasasi, harus ada alasan-alasan yang digunakan sebagai dasar kasasi yaitu putusan atau penetapan pengadilan:[10]

    1. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
    2. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
    3. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

    Dari alasan-alasan tersebut di atas, dapat dipahami di tingkat kasasi tidaklah diperiksa lagi tentang duduk perkaranya, melainkan tentang hukumnya, sehingga tentang terbukti atau tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa. Pemeriksaan tingkat kasasi umumnya tidak dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ketiga.

    1. Upaya Hukum Luar Biasa
      1. a. Peninjauan Kembali

    Peninjauan kembali adalah suatu upaya untuk memeriksa dan mementahkan kembali suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, guna membatalkannya. Permohonan peninjauan kembali tidak menghalangi jalannya eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

    Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 kali, serta dapat dicabut selama belum diputus. Jika sudah dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi.[11]

    Permohonan peninjauan kembali atas putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan:[12]

        1. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
        2. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
        3. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
        4. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
        5. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
        6. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

     

    Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan di atas adalah 180 hari untuk:[13]

        1. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat yang harus dibutktikan secara tertulis hari dan tanggal diketahuinya atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang beperkara;
        2. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
        3. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang beperkara;
        4. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

     

      1. b. Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)

    Macam upaya hukum perdata yang terakhir ialah perlawanan pihak ketiga atau derden verzet adalah suatu perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang tadinya tidak ada sangkut pautnya dengan perkara, akan tetapi putusan itu telah merugikan pihak ketiga tersebut.

     

    Derden verzet atas sita jaminan dapat diajukan pemilik selama perkaranya belum mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Selain itu untuk dikabulkannya perlawanan pihak ketiga diperlukan adanya kepentingan pihak ketiga dan secara nyata hak pihak ketiga telah dirugikan.[14]

    Demikian jawaban dari kami tentang macam upaya hukum perdata, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Herzien Inlandsch Reglement (HIR);
    2. Reglement tot Regeling van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (RBg);
    3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan;
    4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
    5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 39K/Sip/1973.

    Referensi:

    1. Laila M. Rasyid dan Herinawati. Modul Pengantar Hukum Acara Perdata. Aceh: Unimal Press;
    2. Yulia. Hukum Acara Perdata. Aceh: Unimal Press.

    [1] Laila M. Rasyid dan Herinawati. Modul Pengantar Hukum Acara Perdata. Aceh: Unimal Press, hal. 10

    [2] Laila M. Rasyid dan Herinawati. Modul Pengantar Hukum Acara Perdata. Aceh: Unimal Press, hal. 11

    [3] Laila M. Rasyid dan Herinawati. Modul Pengantar Hukum Acara Perdata. Aceh: Unimal Press, hal. 123-131

    [4] Pasal 129 ayat (3) Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) jo. Pasal 153 ayat (4) Reglement tot Regeling van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (“Rbg”)

    [5] Pasal 129 ayat (4) HIR jo. Pasal 153 ayat (5) Rbg

    [6] Pasal 199 ayat (1) Rbg jo. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan (“UU 20/1947”)

    [7] Pasal 200 Rbg jo. Pasal 8 ayat (1) UU 20/1947

    [8] Pasal 29 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU 14/1985”)

    [9] Pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 47 ayat (1) dan penjelasannya UU 14/1985

    [10] Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

    [11] Pasal 66 ayat (1) dan (3) UU 14/1985

    [12] Pasal 67 UU 14/1985

    [13] Pasal 69 dan penjelasannya UU 14/1985

    [14] Yulia. Hukum Acara Perdata. Aceh: Unimal Press, hal 105-106

    Tags

    acara perdata
    banding

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!