Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Ketentuan Balik Nama Harta Gono-Gini yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 29 Mei 2019.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
klinik Terkait:
Harta Bersama dan Harta Bawaan
Ketentuan Pasal 35 dan Pasal 36 UU Perkawinan mengatur perihal harta benda dalam perkawinan. Harta benda dalam perkawinan ini terdiri dari harta bersama dan harta bawaan. Sebagai informasi, harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan, yang terhadap harta bersama tersebut, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
Kemudian, harta bawaan adalah harta yang dibawa oleh masing-masing suami dan istri sebelum perkawinan dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Harta bawaan ini berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang suami dan istri tidak menentukan lain. Atas harta bawaan ini, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum.
Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, penggunaan harta bersama haruslah dilakukan atas persetujuan pasangan perkawinan tersebut, kecuali bila mengenai harta bersama diperjanjikan lain dalam perjanjian kawin sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU Perkawinan jo. Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015.
Harta Bersama jika Bercerai
Jika terjadi perceraian, harta bersama haruslah dibagi antara suami dan istri sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UU Perkawinan jo. Putusan MA Nomor 1448K/Sip/1974 yang menerangkan ketentuan bahwa:
Sejak berlakunya Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian, harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara bekas suami istri.
berita Terkait:
Jadi, harta gono-gini adalah harta yang diperoleh selama perkawinan, dan wajib dibagi sama rata antara suami istri, baik yang sifatnya piutang maupun utang. Berkaitan dengan kasus di atas, jika hakim telah memutuskan bahwa istri berhak atas tanah maka putusan hakim tersebut harus dilaksanakan.
Ketentuan Balik Nama Harta Gono-Gini
Bagaimana cara balik nama tanah tersebut? Dapatkah dilakukan hanya dengan dasar putusan hakim?
Benar adanya bahwa sertifikat tanah merupakan hal untuk membuktikan kepemilikan sebuah tanah. Apabila tanah tersebut semulanya atas nama suami maka harus dilakukan balik nama (peralihan hak).
Pada dasarnya peralihan hak ini menurut Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997 dapat dilakukan melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.[1]
Apakah putusan hakim dapat dijadikan dasar peralihan hak (balik nama sertifikat tanah)? Sepengetahuan kami, putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap termasuk kategori surat atau akta autentik. Adapun balik nama sertifikat dapat dilakukan setelah putusan tersebut inkracht atau sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Sehingga putusan pengadilan dapat langsung dijadikan dasar balik nama tanah tanpa harus melakukan pembuatan akta notaris atau Akta Jual Beli (AJB) terlebih dahulu.
Demikian jawaban dari kami terkait ketentuan balik nama terhadap tanah gono-gini sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Putusan:
[1] Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah