Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Haruskah Ada Unsur Kerugian dalam Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Haruskah Ada Unsur Kerugian dalam Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen?

Haruskah Ada Unsur Kerugian dalam Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen?
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Haruskah Ada Unsur Kerugian dalam Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen?

PERTANYAAN

Apakah dalam Pasal 263 KUHP harus ada kerugian? Bagaimana jika tidak ada kerugian? Apakah kerugian itu harus materiil atau imateriil? Apa yang dimaksud dengan kerugian materiil dan imateriil?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penggunaan surat palsu dalam tindak pidana pemalsuan dokumen harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu nyata/benar ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup untuk menjerat pelaku pemalsuan surat. Bagaimana bentuk kerugian yang dimaksud?

      

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Haruskah Ada Kerugian dalam Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen? yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 22 Oktober 2015.

    KLINIK TERKAIT

    Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya

    Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan RKUHP yang baru disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Pemalsuan Surat

    Guna menjawab pertanyaan Anda, mari kita simak terlebih dahulu bunyi lengkap jerat hukum tindak pidana pemalsuan surat dalam ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR (“RKUHP”) yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yaitu sebagai berikut.

    Pasal 263 KUHP

    Pasal 391 RKUHP

    1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.

     

    1. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

     

    1. Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar.[1]

     

    1. Setiap orang yang menggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana yang sama dengan ayat (1).

     

    Adanya Kerugian dalam Pemalsuan Surat

    Apa saja unsur-unsur dalam pasal di atas? Haruskah ada unsur kerugian yang nyata dan benar-benar ada seperti yang Anda tanyakan? Untuk menjawabnya, kami mengacu pada pendapat R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.

    R. Soesilo mengatakan bahwa bentuk-bentuk pemalsuan surat itu dilakukan dengan cara (hal 195-196):

    1.  
    2. Membuat surat palsu yaitu membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
    3. Memalsu surat yaitu mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
    4. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
    5. Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak. Misalnya foto dalam ijazah sekolah.

    Baca juga: Unsur Pidana dan Bentuk Pemalsuan Dokumen

    Untuk dapat dihukum dengan Pasal 263 KUHP, menurut R. Soesilo (hal. 196) perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur berikut ini:

    1. Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.
    2. Penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup. Yang diartikan kerugian di sini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan masyarakat, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya (imateriil).
    3. Yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. “Sengaja” maksudnya orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu, tidak dihukum.

    Menjawab pertanyaan Anda, dari poin kedua di atas dapat kita ketahui bahwa kerugian itu tidak perlu benar-benar ada. Hal ini dilihat dari kata “dapat” pada pasal tersebut. Baru kemungkinan saja akan ada kerugian, pelaku dapat dihukum atas dasar pemalsuan surat. Kerugian di sini tidak hanya berupa kerugian materiil, tetapi juga mencakup kerugian imateriil.

    Kerugian materiil adalah kerugian bersifat fisik/kebendaan. Jadi dengan kata lain kerugian materil yaitu kerugian yang bisa dihitung dengan uang, kerugian kekayaan yang biasanya berbentuk uang, mencakup kerugian yang diderita dan sudah nyata-nyata ia derita.

    Sedangkan kerugian immateriil yaitu kerugian yang tidak bisa dinilai dalam jumlah yang pasti. Dalam beberapa putusan pengadilan dalam perkara perdata, hakim dalam pertimbangannya menjelaskan bahwa kerugian imateril didasarkan pada kehilangan kenikmatan hidup. Misalnya rasa ketakutan, kehilangan kesenangan atau cacat anggota tubuh, dan kehilangan kesusilaan atau kehormatan sebagaimana yang dijelaskan R. Soesilo di atas.

     

    Contoh Kasus

    Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami contohkan kasus pemalsuan surat yang telah diputus oleh Putusan PN Mamuju No. 283/Pid.B/2011/PN.MU, disebutkan:

    Dakwaan kesatu yaitu Pasal 263 ayat (1) KUHP, unsur-unsurnya adalah sebagai berikut (hal. 9-11).

    1. Barang siapa

    Barang siapa di sini menunjukkan kepada orang atau subjek hukum yang melakukan tindak pidana.

    1. Membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal

    Tanda tangan saksi dipalsukan pada selembar Surat Pernyataan dan Surat Rekapitulasi Anggaran tahun 2010. Hal tersebut diperkuat oleh keterangan terdakwa yang menyatakan bahwa pada tanggal 19 November 2010, terdakwa memalsukan tanda tangan saksi.

    Pemalsuan tanda tangan terhadap suatu surat tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan pemalsuan surat. Surat tersebut diperuntukkan sebagai bukti kelengkapan dokumen dalam pencairan dana pembinaan bagi partai poilitik.

     

    1. Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu

    Berdasarkan keterangan terdakwa, surat itu memang telah dipakai untuk mencairkan dana bantuan bagi partai politik.

     

    1. Jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian

    Atas surat tersebut, dana bantuan untuk pembinaan partai politik sebesar Rp12.424.000 telah dicairkan. Namun dana bantuan tersebut tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya karena digunakan oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya, sehingga perbuatan terdakwa tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi partai politik.

     

    Selanjutnya, majelis mempertimbangkan dakwaan kedua yaitu Pasal 263 ayat (2) KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut (hal. 11-12).

    1. Barang siapa

    Menimbang bahwa unsur ini telah dipertimbangkan dalam dakwaan kesatu di atas dan dinyatakan telah terbukti, dengan demikian unsur ini pun telah terpenuhi menurut hukum.

     

    1. Dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati

    Terdakwa mengetahui bahwa surat yang dipergunakannya sebagai kelengkapan berkas untuk pencairan dana bantuan partai politik adalah surat palsu, dengan demikian unsur ini telah terpenuhi menurut hukum.

     

    1. Jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian

    Perbuatan terdakwa memakai surat palsu tersebut sebagaimana yang telah dipertimbangkan di atas pada saat mempertimbangkan unsur keempat dari dakwaan kesatu dinyatakan telah terbukti, maka secara mutatis mutandis pertimbangan tersebut diambil alih dalam mempertimbangkan unsur ini, sehingga unsur ini pun dinyatakan telah terpenuhi menurut hukum.

    Majelis Hakim dalam amar putusannya kemudian menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan dan menjatuhkan pidana penjara selama 4 bulan (hal. 13).

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR.

     

    Referensi:

    R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991

     

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Mamuju Nomor 283/Pid.B/2011/PN.MU.


    [1] Pasal 79 ayat (1) huruf f RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR

    Tags

    dokumen
    hukum pidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    27 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!