Civil Law dan Common Law, Temukan Bedanya di Sini
Ilmu Hukum

Civil Law dan Common Law, Temukan Bedanya di Sini

Bacaan 10 Menit

Pertanyaan

Tentang Civil Law dan Common Law, Indonesia menganut sistem hukum yang mana? Kemudian bagaimana karakteristik sistem Civil Law dan Common Law?

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Sepanjang penelusuran kami, terdapat dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Sistem Hukum Eropa Benua dan Sistem Hukum Inggris. Orang lazim menggunakan sebutan Sistem Hukum Romawi-Jerman atau Civil Law dan sistem Common Law.

Lantas, Indonesia menganut sistem hukum yang mana? Apakah memungkinkan suatu negara menerapkan sistem hukum campuran antara Common Law dan Civil Law?

 

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perbedaan Karakteristik Sistem Civil Law dengan Common Law yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 21 April 2017.

 

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

 

Sistem Civil Law dan Common Law

Civil Law dan Common Law keduanya merupakan dua sistem hukum yang berbeda. Satjipto Rahardjo dalam bukunya Ilmu Hukum (hal. 235) berpendapat bahwa di dunia ini kita tidak jumpai satu sistem hukum saja, melainkan lebih dari satu. Adapun sistem hukum yang dimaksud di sini meliputi unsur-unsur seperti: struktur, kategori, dan konsep. Perbedaan dalam unsur-unsur tersebut mengakibatkan perbedaan dalam sistem hukum yang dipakai.

Lebih lanjut Satjipto mengatakan bahwa kita mengenal dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Sistem Hukum Eropa Benua dan Sistem Hukum Inggris. Orang juga lazim menggunakan sebutan Sistem Hukum Romawi-Jerman atau Civil Law System untuk yang pertama, dan Common Law System untuk yang kedua.[1]

 

Karakteristik Civil Law System

Apa yang dimaksud dengan Civil Law? Sistem Civil Law adalah bermula dari daratan Eropa dan didasarkan pada hukum Romawi dengan ciri-ciri Civil Law paling utama ditandai sistem kodifikasi dari prinsip-prinsip hukum yang utama.[2]

Bagaimana karakteristik sistem Civil Law? Ciri pokok Civil Law adalah sistem ini menggunakan pembagian dasar ke dalam hukum perdata dan hukum publik. Kategori seperti itu tidak dikenal dalam sistem Common Law.[3]

Menurut Nurul Qamar dalam bukunya Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System (hal. 40), ciri atau karakteristik sistem Civil Law adalah:

  1. Adanya sistem kodifikasi;
  2. Hakim tidak terikat dengan preseden atau doktrin stare decicis, sehingga undang-undang menjadi rujukan hukumnya yang utama;
  3. Sistem peradilannya bersifat inkuisitorial.

Adapun ketiga karakteristik sistem Civil Law tersebut akan kami jelaskan satu per satu sebagai berikut:

  1. Adanya Sistem Kodifikasi

Alasan mengapa sistem Civil Law menganut paham kodifikasi adalah antara lain karena demi kepentingan politik Imperium Romawi, di samping kepentingan-kepentingan lainnya di luar itu. Kodifikasi diperlukan untuk menciptakan keseragaman hukum dalam dan di tengah-tengah keberagaman hukum.[4]

Agar kebiasaan-kebiasaan yang telah ditetapkan sebagai peraturan raja supaya ditetapkan menjadi hukum yang berlaku secara umum, perlu dipikirkan kesatuan hukum yang berkepastian. Pemikiran itu, solusinya adalah diperlukannya suatu kodifikasi hukum.[5]

 

  1. Hakim Tidak Terikat pada Preseden

Nurul mengutip pendapat Paul Scholten yang menyatakan maksud pengorganisasian organ-organ negara Belanda tentang adanya pemisahaan antar kekuasaan membuat undang-undang, kekuasaan peradilan dan sistem kasasi serta kekuasaan eksekutif, dan tidak dimungkinkannya kekuasaan yang satu mencampuri urusan kekuasaan lainnya, dengan cara tersebut maka terbentuklah yurisprudensi.[6]

 

  1. Peradilan Menganut Sistem Inkuisitorial

Dalam sistem ini, hakim mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutus suatu perkara. Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta hukum dan cermat dalam menilai bukti.[7]

Hakim di dalam sistem Civil Law berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal. Sistem ini mengandalkan profesionalisme dan kejujuran hakim.[8]

 

Karakteristik dari Sistem Common Law 

Pertama-tama, apa yang dimaksud dengan sistem Common Law? Istilah Common Law adalah berasal dari Bahasa Perancis “commune-ley” yang merujuk pada adat kebiasaan (custom) di Inggris yang tidak tertulis dan yang melalui keputusan-keputusan hakim dijadikan berkekuatan hukum.[9]

Ciri atau karakteristik dari sistem Common Law adalah:[10]

  1. Yurisprudensi sebagai sumber hukum utama;
  2. Dianutnya Doktrin Stare Decicis/Sistem Preseden;
  3. Adversary System dalam proses peradilan.

Adapun ketiga karakteristik Common Law System akan kami jelaskan satu per satu sebagai berikut:

  1. Yurisprudensi sebagai Sumber Hukum Utama

Ada 2 (dua) alasan mengapa yurisprudensi dianut dalam sistem Common Law, yaitu:[11]

  1. Alasan Psikologis

Alasannya adalah karena setiap orang yang ditugasi untuk menyelesaikan perkara, ia cenderung sedapat-dapatnya mencari alasan pembenar atas putusannya dengan merujuk kepada putusan yang telah ada sebelumnya dari pada memikul tanggung jawab atas putusan yang dibuatnya sendiri.

  1. Alasan Praktis

Diharapkan adanya putusan yang seragam karena sering diungkapkan bahwa hukum harus mempunyai kepastian dari pada menonjolkan keadilan pada setiap kasus konkrit.

Selain itu menurut sistem Common Law, menempatkan undang-undang sebagai acuan utama merupakan suatu perbuatan yang berbahaya karena aturan undang-undang itu merupakan hasil karya kaum teoretisi yang bukan tidak mungkin berbeda dengan kenyataan dan tidak sinkron dengan kebutuhan. Lagi pula dengan berjalannya waktu, undang-undang itu sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang ada, sehingga memerlukan interpretasi pengadilan.[12]

 

  1. Dianutnya Doktrin Stare Decicis/Preseden

Doktrin ini secara substansial mengandung makna bahwa hakim terikat untuk mengikuti dan/atau menerapkan putusan pengadilan terdahulu, baik yang ia buat sendiri atau oleh pendahulunya untuk kasus serupa.[13]

Meskipun dalam sistem Common Law dikatakan berlaku doktrin Stare Decisis, akan tetapi bukan berarti tidak dimungkinkan adanya penyimpangan oleh pengadilan, dengan melakukan distinguishing, asalkan saja pengadilan dapat membuktikan bahwa fakta yang dihadapi berlainan dengan fakta yang telah diputus oleh pengadilan terdahulu. Artinya, fakta yang baru itu dinyatakan tidak serupa dengan fakta yang telah mempunyai preseden.[14]

 

  1. Adversary System dalam Proses Peradilan

Dalam sistem Common Law ini, kedua belah pihak yang bersengketa masing-masing menggunakan pengacaranya untuk berhadapan di depan hakim. Para pihak masing-masing menyusun strategi sedemikian rupa dan mengemukakan dalil-dalil dan alat-alat bukti sebanyak-banyaknya di pengadilan. Jadi yang berperkara merupakan lawan antar satu dengan yang lainnya yang dipimpin oleh pengacaranya masing-masing.[15]

 

Baca juga: Gaji Pengacara dan Acuan Menentukan Nominalnya

 

Indonesia Menganut Civil Law atau Common Law?

Apakah Indonesia menganut sistem hukum Common Law? Sepanjang penelusuran kami, Indonesia menganut sistem Civil Law. Saat menangani perkara, hakim akan mencari rujukan peraturan yang sesuai dan bersifat aktif dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti, sehingga diperoleh gambaran lengkap dari perkara.

Namun demikian, dalam praktik dan perkembangannya, peradilan di Indonesia tidak lagi sepenuhnya menerapkan sistem Civil Law karena telah memiliki dan menerapkan beberapa karakteristik yang identik dengan sistem Common Law.

Baca juga: Mengenal Civil Law Legal System di Indonesia

Common Law System (Anglo Saxon) khususnya di Indonesia, kedudukannya dapat ditelusuri dalam sumber hukum di Indonesia, di antaranya yurisprudensi dan kebiasaan. Maksud dari yurisprudensi ini, suatu keputusan yang diambil oleh hakim berdasarkan pertimbangannya dalam memutuskan suatu perkara yang belum diatur dalam undang-undang. Sedangkan kebiasaan merupakan kebiasaan-kebiasaan lokal yang selama ini diakui dan hidup di masyarakat, dalam istilah Common Law disebut “kaidah-kaidah lokal”.[16]

Sementara itu, menurut Prof. Mahfud dalam kuliah umum mengatakan, negara Indonesia bukanlah sistem negara hukum Common Law (Anglo Saxon) maupun Civil Law (Eropa Continental) tetapi negara hukum Prismatik, di mana negara yang berlandaskan pada cita (ide tentang hukum) hukum Indonesia. Maka keberadaan dua sistem ini adalah sebagai “penyeimbang” dan pengadopsiannya tidak bersifat mutlak, masih ada proses penyaringan (filter) di dalamnya.[17]

Jadi, jika ditanya Indonesia menganut sistem hukum yang mana? Jawabannya adalah Civil Law, namun dalam praktik dan perkembangannya, penerapan atau pengadopsiannya tidak bersifat mutlak.

Lalu, timbul pertanyaan, apakah memungkinkan suatu negara menerapkan sistem hukum campuran antara Common Law dan Civil Law? Dikutip dari Bolehkah Menggunakan Sistem Hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon Bersamaan?, tidak ada larangan suatu negara untuk menggunakan dua sistem hukum sekaligus. Sebab, sistem hukum merupakan suatu sistem terbuka yang harus mampu mengakomodasi perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.

 

Demikian jawaban dari kami tentang sistem Civil Law dan Common Law, semoga bermanfaat.

 

Referensi:

  1. Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010;
  2. Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991;
  3. Muhammad Dzikirullah H. Noho, Mendudukan Common Law System dan Civil Law System Melalui Sudut Pandang Hukum Progresif di Indonesia, Jurnal Rechtsvinding.

[1] Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 235

[2] Muhammad Dzikirullah H. Noho, Mendudukan Common Law System dan Civil Law System Melalui Sudut Pandang Hukum Progresif di Indonesia, Jurnal Rechtsvinding, hal. 1

[3] Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 243

[4] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 40

[5] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 41

[6] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 46

[7] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 46

[8] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 47

[9] Muhammad Dzikirullah H. Noho, Mendudukan Common Law System dan Civil Law System Melalui Sudut Pandang Hukum Progresif di Indonesia, Jurnal Rechtsvinding, hal. 2

[10] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 47

[11] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 47-48

[12] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 48

[13] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 49

[14] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 49

[15] Nurul Qamar. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010, hal. 49

[16] Muhammad Dzikirullah H. Noho, Mendudukan Common Law System dan Civil Law System Melalui Sudut Pandang Hukum Progresif di Indonesia, Jurnal Rechtsvinding, hal. 2

[17] Muhammad Dzikirullah H. Noho, Mendudukan Common Law System dan Civil Law System Melalui Sudut Pandang Hukum Progresif di Indonesia, Jurnal Rechtsvinding, hal. 1

Tags: