Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Umar Kasim dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 25 Juli 2013.
Intisari:
Dimulainya hubungan kerja (masa kerja) pekerja/buruh adalah dihitung saat seseorang pekerja/buruh menandatangani perjanjian kerja atau pada saat yang ditentukan dalam klausul jangka Waktu perjanjian kerja dimaksud, dimana di dalam perjanjian kerja tersebut memuat waktu dimulainya dan berakhirnya perjanjian kerja.
Dasar pembayaran THR adalah masa kerja karyawan dan upah yang dimaksud adalah upah yang berlaku saat ini (tahun berjalan, yakni dalam konteks pertanyaan Anda adalah upah Anda yang sesuai UMK tahun ini). Jadi, dengan melihat masa kerja Anda telah mencapai dua belas bulan secara terus-menerus, semestinya Anda mendapatkan THR sebesar satu bulan upah sesuai UMK tahun ini (Rp. 1,7 juta).
Ini berbeda jika Anda dipekerjakan dengan perjanjian kerja harian lepas, dimana memang ada perhitungan rata-rata gaji per bulan dalam 1 (satu) tahun bekerja sebelum Hari Raya Keagamaan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
klinik Terkait :
Menanggapi permasalahan dan pertanyaan Anda, bersama ini dapat kami jelaskan sebagai berikut:
1. Yang pertama-tama perlu dipahami soal perhitungan saat dimulainya hubungan kerja (masa kerja) masing-masing pekerja/buruh adalah di saat seseorang pekerja/buruh menandatangani perjanjian kerja atau pada saat yang ditentukan dalam klausul jangka waktu perjanjian kerja dimaksud, dimana di dalam perjanjian kerja tersebut memuat waktu dimulainya dan berakhirnya perjanjian kerja.
Jika perjanjian kerja dibuat secara lisan (tidak tertulis), saat dimulainya hubungan kerja adalah saat secara nyata dilakukannya pekerjaan oleh pekerja yang bersangkutan.[1]
2. Terkait dengan hak Tunjangan Hari Raya Keagamaan (“THR”) yang berkenaan dengan masa kerja, Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (“Permenaker 6/2016”) mewajibkan pengusaha memberi Tunjangan Hari Raya (“THR”) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
Jika masa kerja si pekerja adalah 12 bulan secara terus menerus atau lebih, maka besarnya THR yang diterima adalah sebesar satu bulan upah.[2]
Rekomendasi Berita :
Sementara itu, pekerja yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:[3]
masa kerja x 1 (satu) bulan upah
12
Komponen Upah sebagai Dasar Pemberian THR
Upah 1 (satu) bulan sebagai dasar pemberian THR yaitu terdiri atas komponen upah:[4]
a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
b. upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah pembayaran kepada pekerja yang dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerja atau pencapaian prestasi kerja tertentu.[5]
Jadi, dasar pembayaran THR adalah masa kerja karyawan dan upah yang dimaksud adalah upah yang berlaku saat ini (tahun berjalan, yakni dalam konteks pertanyaan Anda adalah upah Anda yang sesuai UMK tahun ini). Jadi, dengan melihat masa kerja Anda telah mencapai dua belas bulan secara terus-menerus, semestinya Anda mendapatkan THR sebesar satu bulan upah sesuai UMK tahun ini (Rp. 1,7 juta).
Dengan kata lain, tidak tepat jika THR yang Anda terima adalah Rp. 1,5 juta karena lebaran (hari raya keagamaan) tahun lalu ada di bulan ke-9, yang mana 3 bulan ikut UMK tahun lalu, dan sisanya yang 9 bulan ikut UMK tahun ini. Pembayaran THR dengan perhitungan seperti demikian (dicampur dengan ketentuan UMK tahun lalu) adalah tidak tepat.
Ini berbeda jika Anda dipekerjakan dengan perjanjian kerja harian lepas, dimana memang ada perhitungan rata-rata gaji per bulan dalam 1 (satu) tahun bekerja sebelum Hari Raya Keagamaan.
Bagi Pekerja/Buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan dihitung sebagai berikut:[6]
a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan;
b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Demikianlah penjelasan kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Artikel Sebelum Pemuktahiran yang Dibuat oleh Umar Kasim
Jika Besaran THR yang Diterima Lebih Kecil dari Tahun Lalu
Pak saya mau tanya, saya kerja sudah lebih dari 1 tahun, UMK di tempat saya Rp1,7 juta, tapi kok THR dapat Rp1,5 juta? Mereka beralasan lebaran tahun lalu bulan ke-9, yang 3 bulan ikut UMK tahun lalu, yang 9 bulan ikut UMK tahun ini. Bagaimana aturan yang benar?
Jawaban :
Menanggapi permasalahan dan pertanyaan Saudara, bersama ini dapat saya jelaskan, sebagai berikut:
1. Yang pertama-tama perlu dipahami, bahwa perhitungan -saat- dimulainya hubungan kerja (masa kerja) masing-masing pekerja/buruh, adalah di saat seseorang pekerja/buruh menanda-tangani perjanjian kerja, atau pada saat yang ditentukan dalam -klausul- jangka Waktu perjanjian kerja dimaksud yang –didalamnya- memuat waktu dimulainya dan –mungkin juga- saat berakhirnya perjanjian kerja. Jikalaupun perjanjian kerja dibuat secara lisan (tidak tertulis), saat dimulainya hubungan kerja, adalah saat secara nyata dilakukannya pekerjaan oleh pekerja yang bersangkutan (vide Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 54 ayat (1) huruf g dan Pasal 61 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disebut UU No.13/2003).
2. Terkait dengan hak Tunjangan Hari Raya Keagamaan (“THR”)-yang berkenaan dengan masa kerja-, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Per-04/Men/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan, selanjutnya disebut “Permenaker No.Per-04/Men/1994”, bahwa pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja(-nya) yang telah melampaui masa kerja 3 (tiga) bulan secara terus-menerus atau lebih, dengan ketentuan:
a. bagi pekerja (buruh) dengan masa kerja yang kurang dari 1 (satu) tahun -tetapi telah lebih dari 3 (tiga) bulan-, diberikan (berhak THR) secara proporsional dengan perhitungan: “Masa Kerja x 1(satu) bulan upah dibagi 12”, maksudnya: 1/12 x upah x lamanya masa kerja dalam bulan (Pasal 2 ayat [1] jo Pasal 3 ayat [1] huruf b Permen-04/Men/1994);
b. bagi pekerja (buruh) dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih (hingga batas waktu tak terhingga), -hanya- berhak 1 (satu) bulan upah (vide Pasal 2 ayat [1] jo Pasal 3 ayat [1] huruf a Permen-04/Men/1994).
3. Sehubungan dengan ketentuan tersebut di atas dan terkait dengan permasalahan Saudara, -hemat saya- ada beberapa kemungkinan besaran hak THR Saudara –pada tahun lalu dan tahun ini- dengan masa kerja -yang kata Saudara- sudah lebih dari 1 (satu) tahun, sebagai berikut:
a. apabila pada tahun lalu masa kerja Saudara -masih- kurang dari 3 (tiga) bulan -sejak ditanda-tanganinya perjanjian kerja sampai- saat pelaksanaan Hari Raya Keagamaan, maka sebenarnya Saudara -memang- tidak berhak atas THR;
b. Namun, bilamana pada saat (tahun lalu) itu masa kerja Saudara sudah- lebih dari 3 (tiga) bulan –sejak ditanda-tanganinya perjanjian kerja- sampai saat pelaksanaan Hari Raya Keagamaan akan tetapi masih kurang dari 1 (satu) tahun, maka hak Saudara -saat- pelaksanaan Hari Raya Keagamaan dimaksud hanya berhak -atas THR- secara proporsional (sebagaimana tersebut pada butir 2 huruf a di atas), sebagaimana saya contohkan –di bawah-;
c. Untuk THR tahun ini, jika saat jatuhnya Hari Raya Keagamaan, masa kerja Saudara sudah sama dengan atau -bahkan- telah lebih lama dari 1 (satu) tahun, maka seharusnya Saudara berhak atas THR secara penuh (sebagaimana tersebut pada butir 2 huruf b di atas).
Sayangnya Saudara tidak menjelaskan kapan Saudara diterima bekerja, atau kapan -saat- dimulainya hubungan kerja -baik secara de-facto atau secara de-jure- dan kapan Hari Raya Keagamaan dilaksanakan. Walaupun demikian, saya berharap dengan penjelasan tersebut di atas, Saudara telah memahami hak-hak yang Saudara seperti yang diharapkan.
Oleh karena itu, sebagai tambahan penjelasan, saya rasa perlu menyampaikan contoh perhitungan THR dengan asumsi masa kerja 5 (lima) bulan dan dengan upah (take home pay) -misalnya- Rp2.800.000,- dengan perincian komponen:
- Upah pokok, Rp2.200.000,-
- Tunjangan jabatan (diberikan secara tetap) Rp200.000,-
- Tunjangan makan dan transport (diberikan sesuai kehadiran*) Rp400.000,-
Maka Perhitungan THR pekerja yang bersangkutan, adalah:
5 x Rp2.400.000,- = Rp1.000.000,- 12 |
Catatan: tunjangan tidak tetap (seperti uang makan dan transport) -yang digantungkan pada kehadiran-, tidak masuk dalam komponen akumulasi upah untuk –dasar- menghitung THR (vide Pasal 3 ayat [2] Permen-04/Men/1994).
Demikianlah penjelasan saya, semoga dapat menjadi wawasan untuk dikomunikasikan dengan pihak -manajemen- perusahaan Saudara. Semoga sukses.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Per-04/Men/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.
[1] Pasal 51 ayat (1) jo. Pasal 54 ayat (1) huruf g dan Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
[2] Pasal 3 ayat (1) huruf a Permenaker 6/2016
[3] Pasal 3 ayat (1) huruf b Permenaker 6/2016
[4] Pasal 3 ayat (2) Permenaker 6/2016
[5] Penjelasan Pasal 94 UU Ketenagakerjaan
[6] Pasal 3 ayat (3) Permenaker 6/2016