Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perbedaan Hubungan Kemitraan dengan Hubungan Kerja

Share
copy-paste Share Icon
Start-Up & UMKM

Perbedaan Hubungan Kemitraan dengan Hubungan Kerja

Perbedaan Hubungan Kemitraan dengan Hubungan Kerja
Saufa Ata Taqiyya, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perbedaan Hubungan Kemitraan dengan Hubungan Kerja

PERTANYAAN

Apa yang dimaksud dengan hubungan mitra kerja? Adakah aturan hukumnya tentang mitra kerja ini?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Hubungan mitra kerja (kemitraan) adalah hubungan hukum yang didasarkan atas perjanjian kemitraan, yaitu kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. Yang mana dalam hal ini, para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara.

    Namun, dalam praktiknya tak jarang terjadi salah kaprah dalam penerapan pengklasifikasian hubungan mitra kerja (kemitraan), sebab istilah kemitraan justru dipakai untuk hubungan hukum yang seharusnya merupakan hubungan kerja.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Hubungan Kemitraan

    KLINIK TERKAIT

    Yang Berwenang Menangani Perkara Kemitraan Usaha

    Yang Berwenang Menangani Perkara Kemitraan Usaha

    Kedudukan sebagai mitra kerja sebagaimana Anda sebutkan pada dasarnya timbul dari adanya hubungan kemitraan. Adapun definisi dari kemitraan dapat kita temui dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“UU 20/2008”) yang menyatakan sebagai berikut:

    Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Selain didasarkan atas prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan[1] sebagaimana disebutkan di atas, para pihak dalam kemitraan mempunyai kedudukan hukum yang setara.[2]

    Kemitraan tersebut dilaksanakan melalui pola:[3]

    1. inti-plasma;
    2. subkontrak;
    3. waralaba;
    4. perdagangan umum;
    5. distribusi dan keagenan;
    6. rantai pasok; dan
    7. bentuk kemitraan lain, seperti bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourcing).

    Setiap bentuk kemitraan yang dilakukan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“UMKM”) dituangkan dalam perjanjian kemitraan,[4] yang minimal memuat:[5]

    1. identitas para pihak;
    2. kegiatan usaha;
    3. hak dan kewajiban para pihak;
    4. bentuk pengembangan;
    5. jangka waktu kemitraan;
    6. jangka waktu dan mekanisme pembayaran; dan
    7. penyelesaian perselisihan.

    Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, menurut hemat kami berdasarkan aturan-aturan yang dijelaskan di atas, hubungan mitra kerja adalah hubungan hukum yang didasarkan atas perjanjian kemitraan, yaitu kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. Yang mana dalam hal ini, para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara.

     

    Beda Hubungan Kemitraan dan Hubungan Kerja

    Meskipun definisi dari kemitraan telah jelas sebagaimana disampaikan di atas, dalam praktik tak jarang terjadi kesalahan pengklasifikasian hubungan hukum antara hubungan kemitraan atau hubungan kerja yang didasarkan atas perjanjian kerja.

    Bahkan, sebagaimana yang disampaikan oleh Amin Maulana dalam jurnalnya Penyelundupan Hukum dengan Menggunakan Hubungan Kemitraan Pada Status yang Seharusnya Hubungan Kerja yang Dilakukan oleh Perusahaan dengan Pekerjannya, dalam praktik terjadi penyelundupan hukum yang dilakukan oleh perusahaan dengan menyebut hubungan hukum dengan pekerja sebagai hubungan kemitraan, padahal sebenarnya merupakan hubungan kerja (hal. 17 – 18).

    Sebagai contoh, Amin mengutip Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 157/PHI/G/2008/PHI.PN.JKT.PST. Dalam kasus tersebut, sebuah perusahaan telah melakukan penyelundupan hukum kepada pekerjanya dengan menggunakan hubungan kemitraan pada status yang seharusnya hubungan kerja. Perusahaan tersebut menganggap keempat pekerja supir bekerja atas dasar hubungan kemitraan, sehingga ketika terjadi pemutusan hubungan kerja, tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan pesangon bagi mereka (hal. 21 - 22).

    Setelah menelusuri lebih lanjut, kami mendapati bahwa akhirnya kasus tersebut berakhir di tingkat Peninjauan Kembali (“PK”), yang dimuat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 103 PK/Pdt.Sus/2010. Pada tingkat PK ini, salah satu alasan yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah hubungan hukum antara para pengemudi dan perusahaan adalah bersifat kemitraan, insidentil, dan freelance, sehingga bukan merupakan hubungan industrial (hal. 47). Namun kemudian, Majelis Hakim menyatakan bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan dan dalam amarnya menolak PK yang diajukan oleh pemohon (perusahaan) (hal. 47 - 48).     

    Untuk itu, penting untuk diketahui letak perbedaan antara hubungan kemitraan dan hubungan kerja. Dalam hal ini, dikutip dari Saat Hubungan Kemitraan Menjadi Hubungan Kerja, Agus Mulya Karsona, pengajar Hukum Perburuhan Universitas Padjadjaran menjelaskan bahwa ada perbedaan mendasar antara hubungan kemitraan dengan hubungan kerja (hal. 1).

    Hubungan kemitraan, menurut Agus, bersifat lebih mengedepankan mutualisme di antara para pihak. Prinsipnya, kemitraan lebih menekankan pada hubungan saling menguntungkan, di mana posisi para pihak setara. Berbeda dengan posisi majikan-buruh dalam hukum ketenagakerjaan yang sifatnya atasan-bawahan (hal. 1).

    Masih dari artikel yang sama, dalam sebuah kasus, Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta berpendapat bahwa sebuah perusahaan telah salah kaprah dalam menerapkan perjanjian mitra kerja, karena menurut Majelis Hakim hubungan antara soerang pekerja dengan perusahaannya adalah sebagai hubungan kerja, mengingat penggugat (pekerja) mendapat dari tergugat (perusahaan) pekerjaan, upah dan perintah.

    Dengan demikian, hubungan kemitraan akan berubah menjadi hubungan kerja apabila unsur-unsur hubungan kerja yaitu unsur pekerjaan, upah, dan perintah telah terpenuhi. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) sendiri, ketiga unsur tersebut adalah unsur-unsur yang wajib ada dalam perjanjian kerja, sebagai dasar adanya hubungan kerja.[6]

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
    2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 103 PK/PDT.SUS/2010.

     

    Referensi:

    Amin Maulana. Penyelundupan Hukum dengan Menggunakan Hubungan Kemitraan Pada Status yang Seharusnya Hubungan Kerja yang Dilakukan oleh Perusahaan dengan Pekerjannya. Jurnal Suara Keadilan, Vol. 21 No. 1, April 2020.


    [1] Pasal 104 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“ PP 7/2021”)

    [2] Pasal 104 ayat (3) PP 7/2021

    [3] Pasal 106 ayat (1) dan (2) PP 7/2021

    [4] Pasal 117 ayat (1) PP 7/2021

    [5] Pasal 117 ayat (4) PP 7/2021

    [6] Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan

    Tags

    ketenagakerjaan
    ukm

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Jika Polisi Menolak Laporan Masyarakat, Lakukan Ini

    15 Jan 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!