Artikel di bawah ini adalah pemutakhirandari artikel dengan judul Perbedaan 'Turut Melakukan' dengan 'Membantu Melakukan' Tindak Pidana yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 28 Juni 2013.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
klinik Terkait:
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Turut Serta Melakukan dan Membantu Melakukan
Mengenai penyertaan dan pembantuan dalam tindak pidana, kami berasumsi bahwa yang Anda maksud adalah penyertaan sebagai turut serta melakukan dan pembantuan sebagai membantu melakukan.
Ketentuan mengenai turut melakukan dan membantu melakukan dapat Anda lihat dalam KUHP yang lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan serta UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[1] yakni pada tahun 2026 sebagai berikut.
berita Terkait:
KUHP | UU 1/2023 |
Turut Serta Melakukan | |
Pasal 55
| Pasal 20 Setiap orang dipidana sebagai pelaku tindak pidana jika:
Penjelasan Pasal 20
|
Membantu Melakukan | |
Pasal 56 Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
Pasal 57
| Pasal 21 1. Setiap orang dipidana sebagai pembantu tindak pidana jika dengan sengaja: a. memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana; atau b. memberi bantuan pada waktu tindak pidana dilakukan.
Penjelasan Pasal 21 Ayat (1) a. Dalam ketentuan ini, pembantuan dilakukan sebelum dan sejak pelaksanaan tindak pidana dengan memberikan kesempatan, sarana, maupun keterangan. b. Dalam ketentuan ini, memberi bantuan pada waktu tindak pidana dilakukan hampir terdapat kesamaan dengan turut serta melakukan tindak pidana. Dalam turut serta melakukan tindak pidana terdapat kerja sama yang erat antarmereka yang turut serta melakukan tindak pidana, tetapi dalam pembantuan melakukan tindak pidana, kerja sama antara pelaku tindak pidana dan orang yang membantu tidak seerat kerja sama dalam turut serta melakukan tindak pidana. |
|
Perbedaan Turut Serta dan Pembantuan
Apa perbedaan turut serta dan pembantuan? R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “orang yang turut melakukan” (medepleger). “Turut melakukan” dalam arti kata “bersama-sama melakukan”. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana. Di sini diminta bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa tindak pidana itu.
Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk “medepleger” akan tetapi dihukum sebagai “membantu melakukan” (medeplichtige).
R. Soesilo kemudian menjelaskan bahwa orang “membantu melakukan” jika ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum kejahatan itu dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka orang tersebut melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah” atau menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau menghalang-halangi penyidikan.
Dalam membantu melakukan dikatakan bahwa elemen “sengaja” harus ada, sehingga orang yang secara kebetulan dengan tidak mengetahui telah memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu tidak dihukum. “Niat” untuk melakukan kejahatan itu harus timbul dari orang yang diberi bantuan, kesempatan, daya upaya atau keterangan itu. Jika niatnya itu timbul dari orang yang memberi bantuan sendiri, maka orang itu bersalah berbuat “membujuk melakukan” (uitlokking).
Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 123), mengutip pendapat Hazewinkel-Suringa, Hoge Raad Belanda yang mengemukakan dua syarat bagi adanya turut melakukan tindak pidana, yaitu kerja sama yang disadari antara para turut pelaku, yang merupakan suatu kehendak bersama di antara mereka serta mereka harus bersama-sama melaksanakan kehendak itu.
Lebih lanjut, Wirjono (hal. 126-127) menjelaskan mengenai perbedaan turut serta dan pembantuan atau membantu melakukan. Menurutnya, berdasarkan teori subjektivitas, ada 2 ukuran yang dipergunakan yaitu sebagai berikut.
- Wujud kesengajaan pelaku
- Soal kehendak si pelaku untuk benar-benar turut melakukan tindak pidana atau hanya untuk memberikan bantuan; atau
- Soal kehendak si pelaku untuk benar-benar mencapai akibat yang merupakan unsur dari tindak pidana atau hanya turut berbuat atau membantu apabila pelaku utama menghendakinya.
- Kepentingan dan tujuan pelaku
Apabila si pelaku ada kepentingan sendiri atau tujuan sendiri, atau hanya membantu untuk memenuhi kepentingan atau untuk mencapai tujuan dari pelaku utama.
Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan perbedaan turut serta dan pembantuan. Dalam “turut serta melakukan” ada kerja sama yang disadari antara para pelaku dan mereka bersama-sama melaksanakan kehendak tersebut, para pelaku memiliki tujuan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Sedangkan dalam “membantu melakukan” atau “pembantuan”, kehendak dari orang yang membantu melakukan hanyalah untuk membantu pelaku utama mencapai tujuannya, tanpa memiliki tujuan sendiri.
Demikian jawaban dari kami terkait perbedaan turut serta dan pembantuan tindak pidana, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Referensi:
- R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991;
- Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2003.
[1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)
[2] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023