Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 27 September 2018.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
klinik Terkait :
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Dalam pertandingan sepak bola, tentu diharapkan berlangsung dengan aman, damai, dan tertib. Namun, tidak sedikit kejadian melanggar hukum yang dilakukan oleh suporter sepak bola. Berikut kami paparkan beberapa aspek hukum yang berhubungan dengan suporter sepak bola.
- Konvoi Suporter Sepak Bola
Sering kali suporter bola di jalan raya melakukan konvoi menggunakan bus (baik yang duduk di dalam maupun yang duduk di atas atap bus) maupun dengan mobil barang (mobil pick up/bak terbuka). Apakah hal tersebut melanggar peraturan perundang-undangan?
Jika konvoi menggunakan bus, perlu diketahui bahwa berdasarkan Pasal 47 ayat (3) huruf b UU LLAJ bus adalah kendaraan bermotor umum. Sepanjang penelusuran kami, tidak ada ketentuan yang secara eksplisit memberikan sanksi bagi penumpang kendaraan bermotor untuk berdiri di atas atap kendaraan.
Rekomendasi Berita :
Namun, perlu dipahami bahwa pada dasarnya, setiap orang yang menggunakan jalan wajib:[1]
- berperilaku tertib; dan/atau
- mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.
Jika konvoi menggunakan mobil barang/bak terbuka, menurut Pasal 137 ayat (4) UU LLAJ mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:
- rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;
- untuk pengerahan atau pelatihan TNI dan/atau Polisi; atau
- kepentingan lain berdasarkan pertimbangan kepolisian dan/atau pemerintah daerah.
Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang kecuali dengan alasan-alasan di atas, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu.[2]
- Perusakan Fasilitas Umum
Suporter sepak bola yang melakukan konvoi atau menonton pertandingan sepak bola, dilarang merusak fasilitas umum.
Hal ini diatur dalam ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026, yaitu:
Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) KUHP | Pasal 262 ayat (1) dan (2) UU 1/2023 |
(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. (2) Yang bersalah diancam:
|
|
Selain mengacu pada KUHP, mengenai fasilitas umum ini juga dapat merujuk pada peraturan daerah setempat. Misalnya di Jakarta merujuk pada Perda 8/2007.
- Menjadi Provokator Kerusuhan
Yang dimaksud dengan provokator menurut KBBI adalah orang yang melakukan provokasi. Sedangkan yang dimaksud dengan provokasi adalah perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan.
Provokator bisa dipidana jika yang ia ucapkan mengandung muatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Berikut adalah beberapa pasal yang dapat menjerat pelaku provokasi terkait larangan penghasutan dan larangan atas konten tertentu:
KUHP | UU 1/2023 |
Pasal 156 Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[5] Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. | Pasal 242 Setiap orang yang di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV yaitu Rp200 juta.[6] |
Pasal 157 (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[7]
| Pasal 243 (1) Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik yang berakibat timbulnya kekerasan terhadap orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV yaitu Rp200 juta.[8] |
Pasal 160 Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[9]
| Pasal 246 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V yaitu Rp500 juta,[10] setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan: a. menghasut orang untuk melakukan tindak pidana; atau b. menghasut orang untuk melawan penguasa umum dengan kekerasan. |
Pasal 161 (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, menentang penguasa umum dengan kekerasan, atau menentang sesuatu hal lain seperti tersebut dalam pasal di atas, dengan maksud supaya isi yang menghasut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[11]
| Pasal 247 Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi hasutan agar melakukan tindak pidana atau melawan penguasa umum dengan kekerasan, dengan maksud agar isi penghasutan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori V yaitu Rp500 juta.[12]
|
Baca juga: Pasal Menghasut Orang Lain untuk Melakukan Tindak Pidana
Selain itu, jika provokasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berbasis suku, agama, ras, dan antar golongan (“SARA”) yang dilakukan melalui media sosial atau informasi/dokumen elektronik dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016 yang diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Baca juga: Pasal untuk Menjerat Penyebar Kebencian SARA di Jejaring Sosial.
Larangan ujaran kebencian atau provokasi berbasis SARA atau diskriminasi ras dan etnis juga diatur Pasal 16 UU 40/2008 dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.
Baca juga: Ketua RT Diskriminasi Warga, Ini Jerat Hukumnya
- Memukul Suporter Tim Lawan
Jika suporter sepak bola pada saat konvoi atau pertandingan berlangsung membuat kerusuhan yang berakhir dengan memukul suporter tim lawan, maka bisa dipidana atas dasar penganiayaan. Mengenai penganiayaan ada bermacam-macam hukumannya tergantung dari dampak penganiayaan tersebut terhadap korban.
Tindak pidana penganiayaan diatur dalam Pasal 351 s.d. Pasal 358 KUHP dan Pasal 466 s.d. Pasal 471 UU 1/2023. Macam-macam penganiayaan yaitu:
- Penganiayaan ringan;
- Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu;
- Penganiayaan berat;
- Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu;
- Sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian dimana terlibat beberapa orang.
Apabila korban penganiayaan masih tergolong anak, maka pelakunya diancam pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C UU 35/2014.
Dalam hal anak yang dianiaya itu mengalami luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta. Dalam hal anak tersebut mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.[13]
Baca juga: Perbuatan-perbuatan yang Termasuk Penganiayaan
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
- Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum;
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Referensi:
- Provokasi, diakses pada 05 April 2023, pukul 16.24 WIB;
- Provokator, diakses pada 05 April 2023, pukul 16.23 WIB.
[1] Pasal 105 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”)
[2] Pasal 303 UU LLAJ
[3] Pasal 79 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)
[4] Pasal 79 UU 1/2023
[5] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dikali 1000
[6] Pasal 79 UU 1/2023
[7] Pasal 3 Perma 2/2012, denda dikali 1000
[8] Pasal 79 UU 1/2023
[9] Pasal 3 Perma 2/2012, denda dikali 1000
[10] Pasal 79 UU 1/2023
[11] Pasal 3 Perma 2/2012, denda dikali 1000
[12] Pasal 79 UU 1/2023
[13] Pasal 80 ayat (2) dan (3) jo. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”)