Pernyataan Polisi tentang Penetapan Tersangka

PERTANYAAN
Adakah hal yang dilanggar (etik maupun peraturan) jika ada polisi/penyidik yang mengeluarkan pernyataan yang bertendensi menjadikan seseorang sebagai tersangka? Adakah sanksinya?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Adakah hal yang dilanggar (etik maupun peraturan) jika ada polisi/penyidik yang mengeluarkan pernyataan yang bertendensi menjadikan seseorang sebagai tersangka? Adakah sanksinya?
Penetapan Tersangka
Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang dimaksud dengan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Selanjutnya dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap 12/2009) disebutkan bahwa :
1)Â Â Â Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti.
2)Â Â Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara.
Bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka haruslah didapati bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti, dan ditentukan melalui gelar pekara. Sehingga harus ada proses terlebih dahulu dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Berdasarkan Pasal 1 angka 11 jo. Pasal 14 ayat (1) Perkap 12/2009, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka.
Pelanggaran Etik dan Disiplin Anggota Polri
Mengeluarkan pernyataan yang bertendensi menjadikan seseorang sebagai tersangka dengan mengabaikan proses yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat menimbulkan pelanggaran etik dan disiplin anggota Polri.
Pertama, hal ini disebabkan karena berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Perkap 12/2009, tersangka dapat dikenakan upaya paksa lainnya seperti penangkapan dan penahanan, sehingga ada potensi menimbulkan pelanggaran terhadap hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi sesuai dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 berbunyi :
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Dalam melaksanakan tugasnya, dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Polri wajib menjunjung tinggi hak asasi manusia, sesuai dengan Pasal 3 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri (PP 2/2003) jo. Pasal 10 huruf a Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia (Perkap KEPP). Mengeluarkan pernyataan yang bertendensi menjadikan seseorang sebagai tersangka dapat menimbulkan pelanggaran terhadap hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Ssebab terhadap orang yang akan dijadikan tersangka tersebut dapat dikenakan upaya paksa sehingga menimbulkan ancaman ketakutan.
Kedua, pelanggaran atas hak warga negara tersebut dapat berkaitan langsung dengan penyalahgunaan wewenang oleh anggota Polri yang dilarang berdasarkan Pasal 6 huruf q PP 2/2003 jo. Pasal 13 ayat (1) huruf e Perkap KEPP. Dimana akan ada ancaman ketakutan apabila seseorang dijadikan tersangka. Yang harus menjadi catatan adalah dengan tidak adanya mekanisme uji terhadap kewenangan dari anggota Polri dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, menjadikan kemungkinan penyalahgunaan wewenang semakin terbuka lebar.
Sanksi dan Prosedur
Terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) pada kantor-kantor Polisi terdekat, Divpropam Polri dan akan ditindaklanjuti ke Komisi Kode Etik Polri.
Bagi anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran KEPP, dapat dijatuhi sanksi berupa:Â
a.   perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;
b.   kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan Sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan;
c.  kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu dan paling lama 1 (satu) bulan;
d.   dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;
e.   dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;
f.    dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; dan/atau
g.   PTDH sebagai anggota Polri.
Dan juga Hukuman disiplin berupa:
a.   teguran tertulis;
b.   penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun;
c.   penundaan kenaikan gaji berkala;
d.   penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun;
e.   mutasi yang bersifat demosi;
f.    pembebasan dari jabatan;
g.   penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.
Demikian jawaban kami. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.   Kitab Undang-undang Hukum Pidana
2.   Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
3.   Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri
4.   Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
5.   Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia
  Â
Butuh lebih banyak artikel?