Saya memiliki pimpinan yang memiliki dua perusahaan sekaligus. Pimpinan perusahaan saya ingin meminjam uang perusahaan untuk membiayai perusahaan dia yang lain. Kami tidak membolehkan karena kami juga membutuhkan uang tersebut. Tetapi yang kami dapatkan adalah ancaman akan di-PHK, dengan tamparan sebagai bonus dan diancam akan ditusuk perutnya. Pada intinya, seringkali pimpinan mengancam karyawan dengan kekerasan lainnya. Belum lagi ia melecehkan wanita. Apakah ini termasuk pidana?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pengancaman yang dilakukan seorang atasan/pimpinan perusahaan terhadap karyawannya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP atau Pasal 448 UU 1/2023.
Selain itu, UU Ketenagakerjaan telah mengatur bahwa pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam pekerja/buruh.
Bagaimana bunyi dasar hukum selengkapnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Jerat Pidana bagi Pimpinan yang Gemar Mengancam Karyawan yang dibuat oleh Hosiana D.A. Gultom, S.H., M.H. dari LKBH Fakultas Hukum UPH dan dipublikasikan pada 30 Desember 2019.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Tindak Pidana Pengancaman
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Perlu diketahui terkait perbuatan pengancaman yang dilakukan oleh pimpinan Anda, terlepas dari keinginannya untuk meminjam uang perusahaannya sendiri, pada dasarnya dilarang dalam Pasal 335 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlakujo.Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 (hal. 39) atau Pasal 448 UU 1/2023tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 335 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013
Pasal 448 UU 1/2023
Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp4,5 juta:[2]
1) Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
2) Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp 10 juta[3], setiap orang yang:
a) secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atau
b) memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dituntut atas pengaduan dari korban tindak pidana.
Lebih lanjut, sebagaimana diuraikan R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal (hal. 238-239), yang harus dibuktikan dalam pasal ini adalah:
bahwa ada orang yang dengan melawan hak dipaksa untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau membiarkan sesuatu;
paksaan ini dilakukan dengan memakai kekerasan, ataupun ancaman kekerasan, ancaman perbuatan lain, atau ancaman perbuatan lain, baik terhadap orang itu maupun terhadap orang lain.
Berdasarkan pemaparan di atas, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa tindakan pimpinan Anda (dalam hal ini memaksa orang lain/karyawan supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan) merupakan suatu tindakan pidana yang dapat dikenai sanksi pidana.
Adapun terkait dengan pelecehan yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan Anda, disarikan dari Ada Pelecehan di Tempat Kerja? Tempuh Langkah Ini, pimpinan perusahaan tersebut berpotensi dijerat Pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 7 tahun, atau dijerat Pasal 418 ayat (2) huruf a UU 1/2023 dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun.
Pengancaman dalam Lingkungan Kerja
Lebih lanjut, dalam Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
keselamatan dan kesehatan kerja;
moral dan kesusilaan, dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Selain itu, pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dalam hal pengusaha menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam pekerja/buruh.[4]
Menurut hemat kami, ketentuan di atas dengan tegas menunjukkan bahwa pimpinan (pengusaha) tidak boleh mengancam pekerjanya atau memperlakukan pekerjanya dengan cara yang tidak baik, karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Atas permohonan pemutusan hubungan kerja dengan alasan tersebut, pekerja/buruh berhak mendapat uang penggantian hak yang seharusnya diterima meliputi cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama beserta uang pisah yang besarannya juga diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.[5]
Namun, apabila pengusaha dinyatakan tidak melakukan penganiayaan, penghinaan secara kasar, atau pengancaman pekerja/buruh oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka pengusaha juga dapat melakukan pemutusan hubungan kerja karyawannya.[6]
Dengan demikian, sebelum mengajukan pemutusan hubungan kerja, Anda perlu mempertimbangkan dengan matang UU Ketenagakerjaan yang telah diperbaharui dengan UU Cipta Kerja, serta PP 35/2021. Saran kami, Anda harus membuat permohonan pemutusan hubungan kerja secara benar dan lengkap serta menyertakan seluruh bukti-bukti yang ada. Bukti-bukti tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya di hadapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial agar dapat dikabulkan.