Setau saya PKWT itu wajib didaftarkan ke pemerintah. Benarkah? Konsekuensinya apa kalau tidak didaftarkan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Benar. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (“PKWT”) atau dalam praktiknya disebut dengan pekerja kontrak wajib dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Jika PKWT atau pekerja kontrak tidak dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, konsekuensinya PKWT atau pekerja kontrak demi hukum menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (“PKWT”) adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.[1] Dalam praktik, pekerja PKWT sering disebut juga dengan pekerja kontrak.
PKWT dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Jika PKWT dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, dan kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, yang berlaku adalah PKWT yang dibuat dalam bahasa Indonesia.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, adalah benar secara hukum PKWT atau pekerja kontrak wajib dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Hal ini dinyatakan secara eksplisit dalam Penjelasan Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
Perjanjian kerja dalam ayat ini dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Adapun untuk konsekuensi hukum apabila PKWT atau pekerja kontrak tidak dicatatkan ke instansi di bidang ketenagakerjaan, Penjelasan Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 59 ayat (3) UU Ketenagakerjaan menyatakan:
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Perlu diingat, meski ketentuan pencatatan PKWT atau pekerja kontrak tercantum dalam bunyi penjelasan pasal, akan tetapi penjelasan pasal berfungsi sebagai tafsir resmipembentuk peraturan perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh,[3] sehingga kewajiban pencatatan PKWT yang kami kutip di atas merupakan tafsir resmi dari ketentuan PKWT dalam batang tubuh Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Sehingga, jika pencatatan tersebut tidak dilakukan, berarti PKWT tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dan konsekuensinya PKWT atau pekerja kontrak demi hukum menjadi Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Penafsiran serupa pernah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (“MK”) dalam Putusan Nomor 6/PUU-XVI/2018, di mana MK dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, termasuk tidak dicatatkannya PKWT oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, hal tersebut mengakibatkan PKWT demi hukum menjadi PKWTT (hal. 28), dengan frasa “demi hukum” harus dimaknai melalui prosedur yang dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-XII/2014 (hal. 53), yaitu:
Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:
Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan
Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.