Jika orang membuat foto atau video porno untuk dinikmati sendiri tapi akhirnya disebarkan oleh pihak laki-laki ke internet foto-foto perempuannya, apakah korban mendapatkan hukuman juga? Lalu si penyebar foto dan video porno tersebut terkena hukuman berapa lama?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Terhadap orang yang membuat dan menyebarkan konten pornografi baik berupa gambar pornografi, video pornografi, film pornografi, dan lain-lain, dapat dijerat dengan pasal-pasal di dalam UU Pornografi dan/atau UU ITE berikut aturan perubahannya.
Apabila pria dan wanita saling setuju untuk membuat rekaman atau foto pornografi, kemudian si pria menyebarkannya, tetapi pihak wanita sebelumnya tidak memberikan pernyataan tegas untuk melarang hal tersebut, maka wanita dapat terjerat tindak pidana penyebarluasan pornografi.
Namun, jika pihak wanita secara tegas tidak mengizinkan untuk menyebarluaskan atau bahkan sejak awal tidak mengetahui adanya pembuatan foto pornografi maupun video pornografi tersebut, maka pihak wanita memiliki posisi yang lebih kuat untuk tidak dipersalahkan sebagai turut serta dalam penyebaran pornografi.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Sanksi Bagi Pembuat dan Penyebar Konten Pornografi yang dibuat oleh Josua Sitompul, S.H., IMMdan dipublikasikan pertama kali pada 31 Oktober 2014, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Sovia Hasanah, S.H. pada 29 Agustus 2018, lalu kedua kalinya pada Selasa, 27 Juli 2021.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan beberapa hal berikut:
Yang dimaksud “membuat foto pornografi atau video pornografi untuk dinikmati sendiri” ialah mengambil gambar pornografi atau rekaman video yang berisi hubungan seksual antara pria dan wanita itu sendiri.
Pria dan wanita tersebut tidak termasuk dalam kategori anak sebagaimana dimaksud dalam perundang-undangan.
Definisi dan Ruang Lingkup Pornografi
Berbicara mengenai pornografi, dewasa ini cukup dengan tersambung jaringan internet, ada berbagai cara untuk mengakses dan melihat film pornografi, atau bahkan telah ada aplikasi pornografi tersendiri.
Di sisi lain, telah ada beberapa undang-undang yang mengatur mengenai gambar pornografi, foto pornografi, video pornografi hingga film pornografi. Dalam Bab XIV KUHP diatur tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan, tetapi tidak diatur mengenai definisi kesusilaan. Demikian juga, Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur larangan mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi atau dokumen elektronik yang bermuatan melanggar kesusilaan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sementara itu, Pasal 1 angka 1 UU Pornografi lebih jelas memberikan definisi mengenai pornografi, yaitu gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Secara teoritis-normatif, foto atau rekaman video hubungan seksual disebut pornografi apabila gambar pornografi atau rekaman tersebut melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi melarang setiap orang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:[1]
persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
kekerasan seksual;
masturbasi atau onani;
ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
alat kelamin; atau
pornografi anak.
Namun, perlu diperhatikan, yang dimaksud dengan "membuat" adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.[2]
Hukumnya Membuat Gambar dan Video Pornografi
Dalam hal pria dan wanita saling memberikan persetujuan untuk perekaman video seksual mereka dan pengambilan gambar pornografi serta video tersebut hanya digunakan untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud dalam pengecualian di atas, maka tindakan pembuatan dan penyimpanan yang dimaksud tidak termasuk dalam ruang lingkup “membuat” sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi.
Tapi, lain halnya jika pria atau wanita melakukan pengambilan gambar pornografi atau perekaman hubungan seksual mereka tanpa diketahui oleh pasangannya, atau tanpa persetujuannya, maka pembuatan video pornografi tersebut melanggar Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi. Persetujuan (consent) merupakan bagian yang sangat vital dalam menentukan adanya pelanggaran atau tidak.
Penyebaran Gambar dan Video Pornografi
Dalam hal pembuatan gambar pornografi atau video disetujui oleh para pihak, maka penyebaran oleh salah satu pihak dapat membuat pihak lain terjerat ketentuan pidana, sepanjang pihak itu tidak secara tegas memberikan larangan untuk penyebarannya.
Misalnya jika pria dan wanita sepakat atau saling memberikan persetujuan untuk pembuatan gambar pornografi atau rekamannya, kemudian si pria menyebarkannya, tetapi wanita sebelumnya tidak memberikan pernyataan tegas untuk melarang pria untuk menyebarkan atau mengungkap pornografi tersebut, maka pihak wanita dapat terjerat tindak pidana penyebarluasan pornografi.
Namun apabila wanita sebelumnya telah memberikan pernyataan tegas bahwa ia setuju membuat foto dan video pornografi tetapi tidak mengizinkan pria untuk mengungkap atau menyebarkannya, maka si wanita memiliki posisi yang lebih kuat untuk tidak dipersalahkan karena turut serta menyebarluaskan pornografi.
Demikian juga apabila wanita memang sejak awal tidak mengetahui adanya pembuatan gambar pornografi atau video pornografi, atau tidak memberikan persetujuan terhadap pembuatan konten pornografi tersebut, maka dalam hal ini, wanita dapat disebut sebagai korban penyebarluasan konten pornografi.
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Larangan "memiliki atau menyimpan" tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan "yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan" misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya. Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat atau di lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga yang dimaksud.[3]
Kemudian menjawab pertanyaan Anda, apakah pembuatan video atau gambar pornografi tersebut melanggar atau tidak, salah satu interpretasi yang mungkin ialah sebagai berikut:
Dalam hal pria dan wanita telah saling memberikan persetujuan terlebih dahulu, maka penyimpanan atau pemilikan pornografi tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses membuat dan hal ini masuk dalam kategori pengecualian yang dimaksud dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi.
Secara teknis, umumnya, setelah video atau gambar pornografi dibuat, secara otomatis akan disimpan dalam sistem penyimpanan yang ada di dalam media elektronik. Oleh karena itu, secara hukum, apabila dalam satu kesatuan proses, menjadi tidak logis apabila pembuatan diperbolehkan tetapi penyimpanan atau kepemilikannya dilarang.
Apabila salah satu pihak tidak memberikan persetujuan terlebih dahulu, maka penyimpanan atau pemilikannya menjadi dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU Pornografi.
Larangan Memfasilitasi Pornografi
Pasal 7 UU Pornografi mengatur bahwa setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Pasal 4 UU Pornografi. Lantas apakah tindakan pria atau wanita yang memberikan persetujuan kepada pasangannya dalam pembuatan gambar pornografi termasuk memfasilitasi pornografi?
Interpretasi yang dimungkinkan dari ketentuan tersebut ialah bahwa sepanjang wanita atau pria telah memberikan persetujuan untuk terlibat di dalam foto atau video pornografi, maka ia tidak dapat dianggap sebagai memfasilitasi perbuatan pornografi.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pelanggar pasal di atas dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.[4] Agar pelaku dapat dijerat dengan pasal ini, ada hal-hal yang harus diperhatikan:[5]
Konten melanggar kesusilaan yang ditransmisikan dan/atau didistribusikan atau disebarkan dapat dilakukan dengan cara pengiriman tunggal ke orang perseorangan maupun kepada banyak orang (dibagikan, disiarkan, diunggah, atau diposting).
Fokus perbuatan yang dilarang adalah perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau dokumen elektronik bermuatan melanggar kesusilaan, dan bukan pada perbuatan kesusilaannya itu sendiri.
Yang dimaksud “membuat dapat diaksesnya” adalah jika pelaku dengan sengaja membuat publik bisa melihat, menyimpan atau mengirimkan kembali konten melanggar kesusilaan tersebut. Contohnya dengan mengunggah konten di status media sosial, tweet, retweet, membalas komentar, termasuk membuka ulang akses link atau konten bermuatan kesusilaan yang telah diputus aksesnya, tetapi dibuka kembali oleh pelaku sehingga bisa diakses orang banyak.
Selain itu, pelaku pelanggar Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi yang kami sebutkan di awal artikel ini diancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.[6]
Jadi, menjawab pertanyaan Anda, apabila pria dan wanita sepakat atau saling memberikan persetujuan untuk pembuatan rekaman atau gambar pornografi, kemudian pria menyebarkannya, tetapi wanita sebelumnya tidak memberikan pernyataan tegas untuk melarang pria itu untuk menyebarluaskan atau mengungkap gambar dan video pornografi tersebut maka pihak wanita dapat terjerat tindak pidana penyebarluasan pornografi.
Tetapi, jika pihak wanita sebelumnya telah memberikan pernyataan tegas bahwa ia setuju membuat video pornografi tetapi tidak mengizinkan pria untuk mengungkap atau menyebarkannya, maka wanita memiliki posisi yang lebih kuat untuk tidak dipersalahkan sebagai turut serta dalam penyebaran pornografi.
Demikian juga apabila si wanita memang sejak awal tidak mengetahui adanya pembuatan foto atau video pornografi, atau tidak memberikan persetujuan pembuatan foto dan video pornografi tersebut, maka dalam hal ini, wanita dapat disebut sebagai korban penyebarluasan konten pornografi.
Contoh Kasus Penyebaran Gambar Pornografi Mantan Pacar
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 6/Pid.Sus/2018/PN.Smn, di mana terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dan dilakukan secara berlanjut” (hal. 37).
Perbuatan tersebut dilakukan dengan cara menyebarkan video dan gambar pornografi mantan pacarnya (seperti foto telanjang, video sedang melakukan hubungan seksual dan melakukan onani) melalui sosial media seperti YouTube, WhatsApp dan Instagram tanpa persetujuan/izin dan tanpa sepengetahuan mantan pacarnya (hal. 30-31). Akibat perbuatannya terdakwa dihukum berdasarkan Pasal 45 jo. Pasal 27 ayat (1) UU 19/2016 jo. Pasal 64 KUHP dengan penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, denda sebesar Rp500 juta subsider pidana kurungan selama 1 bulan (hal. 37).
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.