Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Status Menteri yang Diangkat dari Partai Lawan Presiden dalam Pemilu

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Status Menteri yang Diangkat dari Partai Lawan Presiden dalam Pemilu

Status Menteri yang Diangkat dari Partai Lawan Presiden dalam Pemilu
Arasy Pradana A. Azis, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Status Menteri yang Diangkat dari Partai Lawan Presiden dalam Pemilu

PERTANYAAN

Adakah ketentuan yang melarang sebuah partai politik untuk mengikutsertakan kadernya sebagai menteri di dalam kabinet, padahal sejak awal partai politik tersebut tidak berkoalisi, bahkan menjadi lawan tanding presiden terpilih dalam pilpres?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penunjukan menteri merupakan salah satu bentuk hak prerogatif presiden, sehingga presiden memiliki kebebasan untuk menunjuk siapa yang akan menduduki posisi menteri terkait. Namun demikian, penunjukan tersebut tetap tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Tidak ada larangan bagi presiden terpilih dalam undang-undang tersebut untuk menunjuk seseorang dari partai politik yang menjadi lawannya dalam pemilihan umum.
     
    Penjelasan selengkapnya silakan klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Dukungan Partai dalam Pemilu Presiden
    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, ada perlunya syarat dukungan partai politik dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden ditinjau terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”).
     
    Calon presiden dan wakil presiden diusulkan dalam satu pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.[1] Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum (“Pemilu”) yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.[2] Yang dimaksud dengan "perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya" adalah perolehan kursi DPR atau perolehan suara sah, baik yang mempunyai kursi di DPR maupun yang tidak mempunyai kursi di DPR pada pemilu anggota DPR terakhir.[3]
     
    Partai politik dapat melakukan kesepakatan dengan partai politik lain untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan pasangan calon.[4] Kesepakatan yang dimaksud terdiri atas kesepakatan antar-partai politik dan kesepakatan antara partai politik atau gabungan partai politik dan pasangan calon.[5] Yang dimaksud dengan "kesepakatan" terbatas pada kesediaan untuk mengusulkan dan diusulkan menjadi pasangan calon oleh partai politik atau gabungan partai politik.[6]
     
    Partai politik atau gabungan partai politik hanya dapat mencalonkan satu pasangan calon sesuai dengan mekanisme internal partai politik dan/atau musyawarah gabungan partai politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka dan pasangan calon tersebut tidak boleh dicalonkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya.[7]
     
    Penyusunan Menteri
    Ketentuan terkait keberadaan menteri dalam pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (“UU 39/2008”). Menteri adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian.[8] Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.[9] Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, yang terdiri atas:[10]
    1. urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”);
    2. urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945; dan
    3. urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
     
    Sekalipun UU Pemilu mengharuskan presiden dan wakil presiden untuk dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, namun pada dasarnya, tidak ada ketentuan dalam UU 39/2008 yang mewajibkan agar para menteri berasal dari partai politik pendukung presiden dan wakil presiden terpilih.
     
    Terkait persyaratan menjadi menteri, Pasal 22 dan Pasal 23 UU 39/2008 menerangkan bahwa:
     
              Pasal 22 UU 39/2008
    1. Menteri diangkat oleh Presiden.
    2. Untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan:
      1. warga negara Indonesia;
      2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
      3. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;
      4. sehat jasmani dan rohani;
      5. memiliki integritas dan kepribadian yang baik; dan
      6. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
     
    Pasal 23 UU 39/2008
    Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
      1. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
      2. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
      3. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
     
    Hak Prerogatif Presiden
    Pramono Anung sebagaimana dikutip dalam artikel Pakar: Pengangkatan Plt Menteri Kebiasaan Ketatanegaraan menerangkan bahwa keputusan memilih menteri adalah hak prerogatif presiden. Salah satu pengertian hak prerogratif dikemukakan oleh John Locke, sebagaimana dikutip oleh Fais Yonas Bo’a dalam bukunya UUD 1945, MPR dan Keniscayaan Amandemen (Terkait Kewenanangan Konstitutif MPR dan Kebutuhan Amandemen Kelima UUD 1945).
     
    Menurut Locke, prerogatif seorang presiden adalah supremasi melampaui konstitusi, sehingga kewenangan tersebut adalah kewenangan mutlak presiden, bukan atas pertimbangan bersama dengan legislatif yang beralasan demi menjadi check and balances, padahal itu adalah penggerogotan prerogatif (hal. 213). Hak prerogatif adalah hak presiden untuk melakukan atau bertindak demi kebaikan umum tanpa harus hadirnya hukum tertentu. Penggunaan kekuasaan presiden atas dasar pertimbangan bahwa presiden sebagai salah satu perwakilan pemegang kekuasaan negara (hal. 214).
     
    Berdasarkan ketentuan UU 39/2008 serta konsep hak prerogatif, menurut hemat kami, presiden memiliki kebebasan untuk menunjuk siapa saja yang dikehendakinya untuk menjadi menteri dengan tetap tunduk pada ketentuan UU 39/2008. Maka dari itu, tidak ada larangan bagi presiden untuk mengangkat menteri dari partai politik yang menjadi lawan politiknya dalam pemilu presiden.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara;
     
    Referensi:
    Fais Yonas Bo’a. UUD 1945, MPR dan Keniscayaan Amandemen (Terkait Kewenanangan Konstitutif MPR dan Kebutuhan Amandemen Kelima UUD 1945). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018.
     

    [1] Pasal 221 UU Pemilu
    [2] Pasal 222 UU Pemilu
    [3] Penjelasan Pasal 222 UU Pemilu
    [4] Pasal 223 ayat (2) UU Pemilu
    [5] Pasal 224 ayat (1) UU Pemilu
    [6] Penjelasan Pasal 224 ayat (2) UU Pemilu
    [7] Pasal 223 ayat (3) dan (4) UU Pemilu
    [8] Pasal 1 angka 2 UU 39/2008
    [9] Pasal 3 UU 39/2008
    [10] Pasal 4 UU 39/2008

    Tags

    partai politik
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!