Saya adalah seorang karyawan/tenaga honorer di instansi pemerintah. Saat ini saya sedang dalam proses (lebih tepatnya menunggu) SK CPNS dari Tenaga Honorer. Saat ini saya juga menjadi anggota salah satu partai politik (parpol). Pertanyaan saya, apakah saat ini saya harus mengundurkan diri dari keangotaan parpol saya atau menunggu sampai SK CPNS saya terima? Sebagai catatan sampai saat ini SK CPNS saya pun belum jelas kepastiannya sehingga saya masih menjadi anggota parpol meski lebih pasif. Demikian pertanyaan saya, sekian terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Baik Calon Pegawai Negeri Sipil (“CPNS”) maupun Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) sama-sama dilarang menjadi pengurus dan/atau anggota Partai Politik (“Parpol"). Hal ini merupakan upaya menjaga netralitas PNS sebagai Aparatur Sipil Negara (“ASN”) dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan.
Khusus soal pegawai/tenaga honorer yang terlibat dalam partai politik, memang tidak ada aturan yang secara tegas melarang tenaga honorer ikut serta dalam partai politik. Namun, dihimbau agar tenaga honorer tetap bersikap netral.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Ulasan:
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran oleh Abi Jam'an Kurnia, S.H. dari artikel dengan judul sama yang dibuat olehTri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jum’at,8Januari 2016.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) merupakan Pegawai Aparatur Sipil Negara (“ASN”) yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. Hal ini disebut dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”).
Dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.[1]
Ketentuan ini dipertegas dalam Pasal 9 ayat (2) UU ASN yang berbunyi:
Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Jika Anda sudah berstatus sebagai PNS namun menjadi anggota/pengurus partai politik, maka sanksinya adalah Anda diberhentikan tidak hormat.[2]
Anda mengatakan bahwa Anda masih berstatus sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (“CPNS”). Ini berarti Anda adalah peserta yang telah lolos seleksi pengadaan PNS oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan oleh jabatan, yang kemudian diangkat menjadi CPNS.[3]
Sebagai CPNS, Anda masih harus menjalani masa percobaan yang dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang.[4]
Di dalam konsiderans PP 37/2004 disebutkan bahwa pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Oleh karena itu, pegawai negeri yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai pegawai negeri, baik dengan hormat atau tidak dengan hormat.
Pasal 2 ayat (1) PP 37/2004 dengan tegas mengatakan:
Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Siapa yang dimaksud dengan PNS di sini? Dalam Pasal 1 angka 1 PP 37/2004 disebutkan bahwa:
Pegawai Negeri Sipil adalah Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.
Ini artinya, menjawab pertanyaan Anda, larangan menjadi anggota partai politik berlaku juga untuk CPNS.
Bagi yang sebelumnya menjadi pengurus dan atau anggota partai politik, harus melampirkan surat pernyataan telah melepaskan keanggotaan dan atau kepengurusan dari partai politik yang diketahui oleh pengurus partai politik yang bersangkutan.
Sementara, jika PNS menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, maka berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PP 37/2004 ia diberhentikan sebagai PNS.
Ketentuan tersebut dipertegas dalam Pasal 3 PP 37/2004:
Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku terhitung mulai akhir bulan mengajukan pengunduran diri.
Sebelum seseorang PNS menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, yang bersangkutan terlebih dahulu harus mengundurkan diri sebagai PNS.[5] Artinya, untuk menjamin kenetralan PNS dari pengaruh golongan dan partai politik, PNS mutlak dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Langkah/Pilihan yang Dapat Anda Ambil
Soal pilihan, jika Anda memilih untuk fokus pada tugas Anda sebagai CPNS/PNS, kami menyarankan agar Anda mengundurkan diri dari keanggotaan Parpol tanpa harus menunggu surat pengangkatan CPNS Anda keluar, mengingat salah satu syarat untuk menjadi CPNS adalah tidak menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dan ada ancaman sanksi pemberhentian.
Anda harus melampirkan surat pernyataan telah melepaskan keanggotaan dan atau kepengurusan dari partai politik yang diketahui oleh pengurus partai politik yang bersangkutan.
Berkaitan dengan posisi yang Anda tempati sekarang sebagai karyawan/tenaga honorer di instansi pemerintah yang menunggu SK CPNS, ada kalangan yang menyebut bahwa tidak ada aturan tegas yang melarang pegawai/tenaga honorer ikut serta dalam politik praktis.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Bintan, Irma Annisa dalam artikel Penjabat Bupati Bintan Ancam Pecat ASN yang Terlibat Politik Praktisyang kami akses dari laman media batampos.co.id mengatakan bahwa kalau pegawai memang dilarang terlibat dalam politik praktis. Tetapi kalau honorer tidak ada aturan yang menegaskan untuk melarang ikut serta dalam politik praktis.
Irma juga menambahkan bahwa tidak ada aturan yang mengikat khusus untuk melarang honorer maupun Pegawai Tidak Tetap (“PTT”) untuk terlibat dalam politik praktis. Baik dari aturan Menpan RB dan BKN Pusat juga tidak disebutkan ketegasan dalam melarangnya, tetapi bukan berarti pihaknya mendukung agar honorer maupun PTT ikut serta dalam politik praktis melainkan juga menghimbau kepada mereka agar tetap netral melalui surat edaran.
Senada dengan hal tersebut, menurut Ketua Panitia Pengawas Pemilu (“Panwaslu”) Kabupaten Pulang Pisau, Ubeng Itun sebagaimana kami kutip melalui artikel Honorer di Pemerintahan Dilarang Berpolitik Praktis?dari media kalteng.antaranews.com, bahwa selain ASN, tenaga honorer di lingkungan pemerintahan tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam politik praktis.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002