Terdakwa Meninggal Sebelum Kasasi Selesai, Apakah Vonis Sebelumnya Otomatis Inkracht?
Pidana

Terdakwa Meninggal Sebelum Kasasi Selesai, Apakah Vonis Sebelumnya Otomatis Inkracht?

Bacaan 17 Menit

Pertanyaan

Jaksa melakukan upaya hukum kasasi terhadap vonis bebas oleh pengadilan negeri terhadap satu kasus korupsi, tetapi tersangka meninggal sebelum kasasi tersebut selesai. Apakah vonis bebas yang diterima di pengadilan negeri sudah bisa dikatakan sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht?

Ulasan Lengkap

Intisari:

 

 

Meninggalnya terdakwa pada saat kasasi tidak otomatis menjadikan putusan pengadilan negeri-nya menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sebaliknya, akibat hukumnya adalah penuntutan hukum menjadi gugur.

 

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

 

 

 

Ulasan:

 

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

 

Sebelumnya kami ingin meluruskan bahwa istilah yang tepat bukanlah tersangka, melainkan terdakwa. Hal ini karena kasus ini telah sampai pada proses pemeriksaan di pengadilan. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.[1] Sedangkan terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di persidangan.[2] Penjelasan selengkapnya silakan simak perbedaan hak tersangka & terpidana.

 

Putusan Bebas

Mengenai putusan bebas dapat kita temui pengaturannya dalam Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang berbunyi:

 

“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”

 

Yang dimaksud dengan "perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan" adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.[3]

 

Jika Terdakwa Meninggal Dunia Saat Proses Peradilan Belum Selesai

Pertanyaan Anda adalah seputar kasasi atas vonis bebas. Sebenarnya, berdasarkan Pasal 67 dan Pasal 244 KUHAP, putusan hakim tingkat pertama yang membebaskan terdakwa dari segala dakwaan tidak bisa diajukan upaya hukum bandung dan kasasi.

 

Pasal 67 KUHAP:

Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.

 

Pasal 244 KUHAP:

Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

 

Namun, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 114/PUU-X/2012, frasa “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 KUHAP dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sehingga putusan bebas pun dapat diajukan upaya hukum kasasi. Lebih lanjut dapat dibaca juga dalam artikel Pelarangan Kasasi atas Vonis Bebas Dibatalkan.

 

Kemudian, bagaimana jika terdakwa meninggal dunia pada saat proses upaya hukum kasasi atas putusan bebas dilakukan? Apakah putusan pengadilan negeri dianggap putusan yang berkekuatan hukum tetap?

 

Mengenai putusan yang berkekuatan hukum tetap, di dalam peraturan perundang-undangan terdapat ketentuan yang mengatur pengertian dari putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), berkaitan perkara pidana, yaitu dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi yang berbunyi:

 

Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah :

1.    putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;

2.    putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau

3.    putusan kasasi.

 

Menjawab pertanyaan Anda dengan mencermati poin ke-1, maka dapat diartikan bahwa putusan pengadilan tingkat pertama (putusan Pengadilan Negeri yang Anda sebutkan) yang diajukan upaya hukum kasasi bukanlah putusan yang berkekuatan hukum tetap. Namun di sini, terdakwa kemudian meninggal dunia saat upaya hukum kasasi dilakukan. Apakah dengan meninggalnya terdakwa, putusan pengadilan negeri dianggap putusan yang berkekuatan hukum tetap?

 

Dalam hal terdakwa meninggal dunia, maka akibat hukumnya adalah tuntutan pidana terhadap yang bersangkutan itu gugur. Hal ini telah disebut dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

 

Terkait dengan pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal mengatakan bahwa dalam pasal ini terletak suatu prinsip bahwa penuntutan hukuman itu harus ditujukan kepada diri pribadi orang. Jika orang yang dituduh telah melakukan peristiwa pidana itu meninggal dunia, maka tuntutan atas peristiwa itu habis begitu saja, artinya tidak dapat tuntutan itu lalu diarahkan kepada ahli warisnya (hal. 91).

 

Jadi, meninggalnya terdakwa bukan berarti putusan pengadilan negeri-nya menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Namun, tuntutan pidana yang sampai pada tingkat kasasi tersebut yang gugur.

 

Contoh

Sebagai contoh, terpidana kasus mobil pemadam kebakaran (damkar) Hengky Samuel Daud yang meninggal dunia di tengah proses kasasi kasusnya. Menurut Juru Bicara KPK pada saat itu, Johan Budi, dengan meninggalnya Hengky sebagai terpidana yang tengah mengajukan kasasi, maka sanksi hukuman penjaranya, gugur demi hukum. Demikian yang diberitakan dalam artikel KPK Tetap Tagih Ganti Rugi Samuel Daud sebagaimana kami akses dari situs tribunnews.com.

 

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

 

Dasar hukum:

1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

2.    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

3.    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

 

Referensi:

R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.

 

Putusan:

Putusan Mahkamah Agung Nomor 114/PUU-X/2012.

 

Referensi:

http://www.tribunnews.com/nasional/2010/06/02/kpk-tetap-tagih-ganti-rugi-samuel-daud, diakses pada 5 Agustus 2016 pada pukul 17.54.



[1] Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

[2] Pasal 1 angka 15 KUHAP

[3] penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP

Tags: