Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Tips Menentukan Pilihan Hukum dan Yurisdiksi dalam Perjanjian

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Tips Menentukan Pilihan Hukum dan Yurisdiksi dalam Perjanjian

Tips Menentukan Pilihan Hukum dan Yurisdiksi dalam Perjanjian
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Tips Menentukan Pilihan Hukum dan Yurisdiksi dalam Perjanjian

PERTANYAAN

Saya ingin meminta pendapat perihal penentuan pilihan hukum dan yurisdiksi hukum yang berlaku dalam suatu perjanjian. Bagaimana caranya memberikan alasan yang kuat agar ketentuan mengenai hukum dan yurisdiksi hukum yang berlaku adalah Indonesia? Selama ini saya selalu mengatakan jika menggunakan hukum asing, kita dalam posisi yang tidak bagus jika terjadi sengketa. Atau saya memberikan pendapat yurisdiksi hukum bisa memakai cara arbitrase seperti SIAC namun hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia. Mohon jawabannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Saat membuat perjanjian, menentukan pilihan hukum dan yurisdiksi hukum memang sangatlah penting, sebab hal tersebut berkaitan dengan penyelesaian apabila terjadi sengketa antara para pihak.
     
    Jika salah satu pihak dalam perjanjian adalah warga negara atau badan hukum asing, pada umumnya pilihan yurisdiksi yang disepakati dalam hal timbulnya suatu perselisihan/sengketa adalah dengan arbitrase.
     
    Namun, pada dasarnya penentuan yurisdiksi dan pilihan hukum yang berlaku dalam suatu perjanjian tetap didasarkan pada kesepakatan para pihak.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bagaimana Cara Menentukan Pilihan Hukum dalam Suatu Perjanjian? yang dibuat oleh Albert Aries, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 13 Juni 2014.
     
    Pilihan Hukum dan Yurisdiksi dalam Perjanjian
    Menentukan pilihan hukum dan yurisdiksi hukum yang berlaku dalam suatu perjanjian memang sangatlah penting, karena hal tersebut berkaitan dengan penyelesaian apabila terjadi sengketa antara para pihak.
     
    Sudargo Gautama dalam bukunya Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, berpendapat bahwa mengenai pilihan hukum (Choice of Law/Rechtswahl) para pihak dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak (perjanjian) dengan pembatasan, yaitu sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum (hal. 168-170).
     
    Sedangkan pengertian yurisdiksi menurut Black’s Law Dictionary, sebagaimana dikutip dan diterjemahkan secara bebas oleh Huala Adolf dalam bukunya Dasar-Dasar, Prinsip & Filosofi Arbitrase, yaitu kekuasaan atau kewenangan pengadilan untuk memutus sengketa atau disebut juga sebagai kewenangan pengadilan atau competent jurisdiction (hal. 141).
     
    Tips dalam Menentukan Pilihan Hukum dan Yurisdiksi
    Jika salah satu pihak dalam perjanjian adalah warga negara atau badan hukum asing, pada umumnya pilihan yurisdiksi (choice of jurisdiction) yang akan disepakati dalam hal timbulnya suatu perselisihan/sengketa adalah dengan arbitrase.
     
    Hal ini dikarenakan Reglement op de Rechtvordering (Rv) yang mengatur hukum acara perdata di Indonesia menyatakan bahwa eksekusi atas putusan pengadilan negeri asing tidak dapat dilaksanakan, kecuali jika suatu undang-undang mengatur sebaliknya, atau setidak-tidaknya agar bisa dilaksanakan perlu mengajukan gugatan baru dengan menggunakan putusan pengadilan negeri asing tersebut sebagai alat bukti untuk dipertimbangkan kembali oleh pengadilan yang berwenang.
     
    Untuk itu, kami asumsikan bahwa yang Anda tanyakan adalah terkait pilihan penyelesaian sengketa atas perjanjian dengan menggunakan arbitrase lokal atau asing.
     
    Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”).
     
    Namun, perlu dicatat bahwa arbitrase hanya bisa menyelesaikan sengketa perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Selain itu, jika suatu sengketa menurut hukum tidak dapat diadakan perdamaian, maka sengketa tersebut juga tidak bisa diselesaikan lewat arbitrase.
     
    Jika para pihak telah membuat perjanjian arbitrase, maka Pengadilan Negeri tidak lagi berwenang untuk memeriksa sengketa yang timbul di antara para pihak.
     
    Selanjutnya, berkenaan dengan jangka waktu, penyelesaian sengketa melalui arbitase memang dirancang agar tidak berlarut-larut dan diselesaikan maksimal 180 hari sejak arbiter/majelis arbiter terbentuk. Pemeriksaannya pun dilakukan secara tertutup, serta putusannya bersifat final, mengikat dan berkekuatan hukum tetap.
     
    Namun, sebagian praktisi arbitrase berpendapat bahwa biaya penyelesaian sengketa melalui arbitase itu mahal, mengingat adanya biaya arbitrase yang ditentukan oleh arbiter yang meliputi:
    1. honorarium arbiter;      
    2. biaya perjalanan dan biaya lain yang dikeluarkan arbiter;
    3. biaya saksi dan atau saksi ahli yang diperlukan dalam pemeriksaan; dan
    4. biaya administrasi.
     
    Oleh karena itu, pada dasarnya penentuan yurisdiksi dan pilihan hukum yang berlaku dalam suatu perjanjian tetap didasarkan pada kesepakatan para pihak. Hal ini merupakan penerapan dari asas kebebasan berkontrak (pacta sun servanda) yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).
     
    Hikmahanto Juwana, selaku pakar Hukum Internasional berpendapat bahwa implementasi asas kebebasan berkontrak yang sifatnya universal dalam suatu perjanjian juga tergantung pada posisi tawar menawar (bargaining power) di antara para pihak untuk menentukan kedua hal di atas.
     
    Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, apabila kita menggunakan hukum Indonesia sebagai choice of law dalam sebuah perjanjian,  tentu saja hal ini akan lebih memudahkan dalam penguasaan dan penerapan hukum, termasuk untuk mencari ahli hukum Indonesia yang memiliki kompetensi di bidangnya.
     
    Namun jika hukum asing yang dipakai, terlebih lagi jika dari negara yang berbeda sistem hukumnya (contohnya sistem hukum Singapura yang menganut sistem common law) maka kita membutuhkan ahli hukum asing untuk dapat menjelaskan bagaimana penerapan hukum asing dalam perjanjian.
     
    Di sisi lain, dalam menentukan pilihan yurisdiksi hukum, perlu dipertimbangkan juga bahwa jika arbitrase Singapore International Arbitration Centre (SIAC) yang dipilih sebagai choice of jurisdiction dalam suatu perjanjian, maka putusannya akan dikategorikan sebagai putusan arbitrase internasional, yang hanya dapat dilaksanakan di Indonesia jika memenuhi syarat-syarat ini:
    1. Adanya perjanjian bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional antara Indonesia dengan negara tempat putusan arbitrase dijatuhkan;
    2. Putusan arbitrase tersebut termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan menurut hukum Indonesia;
    3. Tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum;
    4. Telah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
    5. Putusan arbitrase internasional yang menyangkut Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Biar makin paham, kami sudah merangkum artikel ini dalam infografis berikut:
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Referensi:
    1. Huala Adolf. Dasar-Dasar, Prinsip & Filosofi Arbitrase. (Bandung: Keni Media);
    2. Sudargo Gautama. Pengantar Hukum Perdata Internasional. (Bandung: Badan Pembinaan Hukum Nasional - Binacipta).

    Tags

    perjanjian
    acara peradilan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pemindahan Kepemilikan Perusahaan (Akuisisi) oleh Pemegang Saham

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!